penyebabsakit.com

LPS Kerek Bunga Penjaminan Simpanan, Tenaga Baru Bagi Rupiah?

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 menjadi 5,75%. BI 7 Day Reverse Repo Rata tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juli 2019 atau 3,5 tahun terakhir.

Kenaikan suku bunga BI menjadi salah satu faktor yang membuat rupiah lebih stabil, bahkan menguat sejak awal tahun. Aliran modal puluhan triliun kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia.

Setelah BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga ikut menaikkan suku bunganya. Tetapi sayangnya belum mampu memberikan dampak ke penguatan rupiah lebih lanjut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kenaikannya masing-masing sebesar 25 basis poin (bps).

“Rinciannya, bunga untuk bank umum menjadi sebesar 4%, valuta asing (valas) 2% dan BPR 6,5%,” ujarnya, Kamis (26/1/2023).

Perubahan itu berlaku untuk periode 1 Februari 2023 hingga 31 Mei 2023.

Kenaikan tersebut juga dengan telah mempertimbangkan sejumlah faktor. Diantaranya, kinerja keuangan perbankan yang membaik sepanjang 2022, baik dari sisi permodalan hingga intermediasi keuangan.

“Cakupan penjaminan oleh LPS berada di level sangat mencukupi. Besaran simpanan yang dijamin LPS sebesar Rp 2 miliar per nasabah,” jelas Purbaya.

Kenaikan bunga penjaminan simpanan valas diharapkan mampu menarik dana eksportir yang parkir dilluar negeri. Dengan demikian supply valas di dalam negeri bisa bertambah, membuat nilai tukar rupiah lebih stabil.

Namun, kenaikan tersebut belum cukup, mengingat suku bunga valas di Singapura, yang ditengarai menjadi tempat eksportir menyimpan dolar AS mereka, jauh lebih tinggi.

Sebagai contoh, suku bunga deposito valas di Bank Negara Indonesia (BNI) dengan nilai di bawah US$ 100.000, hanya sebesar 0,75%. Sementara di Singapura, bank Standard Chartered misalnya memberikan bunga sebesar 4,98% untuk deposito senilai US$ 25.000 dengan tenor 6 bulan.

Perbedaan yang mencolok tersebut tentunya membuat Singapura lebih unggul dalam menarik valas.

Berharap Pada Kebijakan DHE

Tirisnya valas di dalam negeri membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE)

Dalam revisi (PP) Nomor 1 Tahun 2019, beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE kepada regulator. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan meminta eksportir menahan DHE mereka dalam periode tertentu.

Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (11/1/2023).

Selama ini DHE Indonesia kabarnya malah ditempatkan oleh eksportir di Singapura karena memberikan bunga yang lebih tinggi. Alhasil, terjadi kelangkaan dolar Amerika Serikat (AS) di dalam negeri yang membuat rupiah tertekan.

Di sisi lain, Singapura justru menikmati pasokan valuta asing yang besar, sehingga dolar Singapura menjadi perkasa.

Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus hingga 32 bulan beruntun dengan total US$ 632,9 miliar. Tetapi hal ini belum tercermin dari cadangan devisa yang justru mengalami penurunan.

Rencananya, pemerintah akan menerapkan aturan agar eksportir harus menahan dolar hasil ekspornya di perbankan dalam negeri selama 3 bulan, dari semula 1 bulan.

Tidak tanggung-tanggung, pemerintah akan menyiapkan insentif yang menarik untuk mengganjar eksportir yang melakukan hal ini.

Airlangga kemarin mengatakan aturan insentif ini masih akan dibahas oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun demikian, Airlangga menuturkan insentif ini akan dibuat semenarik mungkin agar dolar ekspor nantinya tidak berpindah ke Singapura.

“Kementerian Keuangan yang akan menyiapkan tentunya insentifnya nanti insentif itu sedang kita bahas apakah itu terkait dengan bunga, pendapatan bunga baik itu rupiah ataupun dolar terhadap DHE yang ada di Indonesia dan kita perlu buat agar ini bersaing dengan Singapura sehingga tidak terbang lagi ke Singapura,” tegas Airlangga kepada media di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (26/1/2023).

Keputusan menahan dolar selama tiga bulan, menurut Airlangga, diambil melihat situasi sekarang ini, di mana banyak negara dunia yang menghadapi stagflasi, inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah, bahkan negatif seperti AS. Di sisi lain, tingkat suku bunga acuan di negara maju masih terus meningkat.

“Bahaya bagi kita itu capital flight untuk mencegah capital flight kita harus punya dana yang cukup terutama membiayai ekspor dan impor,” kata Airlangga.

Jika kebijakan pemerintah tersebut nantinya sukses, maka nilai tukar rupiah tentunya bisa lebih stabil.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Terus Melemah, Ini Sektor Usaha Yang Paling Terdampak

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version