Masih Banyak Opsi, BI Bocorkan Arah Kebijakan ke Depan!


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate pada level 6% dalam pertemuan November 2023. Kebijakan ini dianggap mampu menjaga nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi.

Bagaimana ke depan?

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan suku bunga acuan ke depan akan bergantung pada beberapa hal. Terutama situasi Amerika Serikat (AS) serta respons Bank Sentral Federal Reserve (Fed).

“Jadi dinamika risk on risk off sangat uncertainty karena di AS ekonominya masih cukup kuat, inflasi sudah turun tapi lelet,” ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (23/11/2023)

BI memperkirakan ekonomi AS kuartal III-2023 masih tetap kuat. Sementara inflasi, meskipun terakhir ada penurunan ke posisi 3,2%, namun pada akhir tahun diperkirakan belum akan menyentuh 2%.

Yield obligasi Pemerintah negara maju, khususnya AS (US Treasury), naik tinggi karena premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait tingginya kebutuhan untuk pembiayaan fiskal. “Kebutuhan utangnya melonjak yield tinggi,” kata Perry.

Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun tercatat pada posisi ke 4,37% pada perdagangan kemarin, posisi terendahnya sejak 22 September. Sebelumnya UST nyaris menyentuh level 5%. Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.56 WIB 103,64. Sebelumnya sempat menyentuh level 107.

Perry masih melihat ada kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember 2023 walaupun kemungkinannya kecil. Ke depan peluangnya juga akan bergantung pada capaian inflasi AS.

Dalam kondisi sekarang, Perry mengaku level suku bunga acuan sekarang mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mengendalikan inflasi dalam 2,5% plus minus 1% pada tahun depan. “Sampai info hari ini kami yakin suku bunga 6% itu konsisten dengan pencapaian inflasi tahun depan 2,5 plus minus 1 dan juga stabilitas nilai tukar rupiah,” ungkapnya.

Risiko inflasi terbesar adalah kenaikan harga impor atau imported inflation, meliputi harga energi dan pangan global dan besarnya depresiasi nilai tukar rupiah. “Waktu kami di DPR dengan perhitungan-perhitungan risiko harga minyak harga pagan deprasisi nilai tukar rupiah. Itu kenapa 3,2% tahun depan ingatkan,” jelas Perry.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Penampakan Kontainer dan Kardus Berisi Uang Baru 10 M

(mij/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts