Menanti Laporan Keuangan, Wall Street Dibuka Merah!

Jakarta, CNBC Indonesia Tiga indeks utama Wall Street kompak dibuka melemah pada perdagangan perdana pekan ketiga 2023, Selasa (17/1/2023) waktu New York pasca libur untuk karena liburan Hari Martin Luther King Jr. Kini, investor berusaha untuk terus membangun momentum awal 2023 dan menimbang laporan keuangan terbaru.

Read More

Dow Jones Industrial Average dibuka turun 140 poin, atau 0,4%, S&P 500 jatuh 0,3%, Sementara, Nasdaq Composite juga mengalami pelemahan mencapai 0,3%.

Goldman Sachs melaporkan laba yang lebih kecil dari perkiraan untuk kuartal IV-2022, sentimen ini sukses membuat saham turun lebih dari 2%. Hasil bank ditekan oleh penurunan pendapatan perbankan investasi dan manajemen aset.

Sementara itu, saingannya Morgan Stanley membukukan angka yang lebih baik dari perkiraan sebagian berkat rekor pendapatan manajemen kekayaan.

Hasil tersebut muncul setelah bank besar lainnya seperti JPMorgan dan Citigroup melaporkan hasil kuartalan yang beragam.

Wall Street menghasilkan minggu-minggu positif berturut-turut untuk memulai tahun baru tetapi investor mungkin telah memasuki aula cermin, menurut Mike Wilson, kepala strategi ekuitas AS di Morgan Stanley.

“Reli tahun ini dipimpin oleh kualitas rendah dan stok yang sangat pendek. Namun, itu juga menyaksikan pergerakan kuat dalam saham siklis relatif terhadap saham defensif. Langkah ini khususnya meyakinkan investor bahwa mereka kehilangan sesuatu dan harus memposisikan ulang,” kata Wilson, dikutip dari CNBC International.

Sementara pertumbuhan saham S&P 500 dan Dow telah naik masing-masing 4,2% dan 3,5%, sejak awal tahun.

Padahal, data inflasi Amerika Serikat (AS) yang mulai mendingin. Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS melandai ke 6,5% (year on year/yoy) pada Desember 2022 dari 7,1% (yoy) pada November 2022. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Oktober 2021.

Secara bulanan (month to month/mtm), AS bahkan mencatatkan deflasi 0,1% pada Desember. Deflasi ini adalah yang pertama kalinya terjadi sejak Mei 2020.

Melandainya inflasi ini tentu saja menjadi kabar positif bagi pelaku pasar saham. Dengan inflasi yang terus melandai, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diharapkan makin melonggarkan kebijakan moneter mereka.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret dengan probabilitas sebesar 94% dan 76%. Dengan proyeksi tersebut, puncak suku bunga The Fed berada di 4,75% – 5%.

Kendati demikian, para pelaku pasar masih menunggu laporan data ekonomi utama yang akan menunjukkan bagaimana keadaan ekonomi AS di tengah kenaikan suku bunga Federal Reserve untuk menjinakkan inflasi.

Fokus investor saat ini mengawal dan menanti rilis laporan keuangan perusahaan saat musim pendapatan dimulai. Emiten perbankan tentu saja menjadi pusat perhatian karena untuk membaca kemungkinan resesi masih ada atau sudah menghilang.

“Data ekonomi sangat baik, namun tentunya bukan hanya ini yang kami perlukan untuk saat ini, pertanyaannya sekarang adalah apakah musim pendapatan akan meningkatkan harapan baru atau merusak pesta sebelum benar-benar berjalan” kata Craig Erlam, analis pasar senior di Oanda dikutip dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Reli Wall Street Berlanjut, Terbang Hingga 2% Lebih

(aum/aum)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts