Menghitung Hari Menuju Resesi di Amerika dan Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia – Kamis kemarin beberapa bank sentral utama dunia mengumumkan kenaikan suku bunga lagi, bahkan dengan tegas mengindikasikan akan terus berlanjut hingga tahun depan. Resesi pun semakin tak terelakkan, semakin tinggi suku bunga maka risiko kontraksi ekonomi beruntun semakin besar.

Read More

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%, tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan tersebut lebih rendah ketimbang sebelumnya 75 basis poin dan empat kali beruntun.

Meski demikian, The Fed mengindikasikan suku bunga masih akan naik hingga awal tahun depan. Fed dot plot menunjukkan para pejabat elit The Fed memperkirakan suku bunga akan berada di kisaran 5% – 5,25%, artinya masih ada kenaikan 75 basis poin lagi, dengan kemungkinan kenaikan 50 basis poin pada Februari 2023 dan 25 basis poin sebelum berselang.

Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini mengindikasikan suku bunga tidak akan diturunkan setidaknya sampai 2024. Higher for longer, yang berisiko membawa perekonomian Amerika Serikat mengalami resesi.

Selain The Fed, ada bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang juga menaikkan suku bunga 50 basis poin kemarin, menjadi 2%.
Selain itu, ECB juga menyatakan akan mulai mengurangi neracanya sebesar EUR 15 miliar per bulan mulai Maret tahun depan sampai akhir kuartal II-2023

Pengurangan neraca (balance sheet) tersebut artinya ECB akan menyerap lebih banyak likuiditas. Tujuannya sama seperti bank sentral lainnya, untuk menurunkan inflasi.

Tetapi di sisi lain, harus dibayar dengan kontraksi ekonomi.

“Dewan Gubernur menilai suku bunga masih perlu naik secara signifikan pada laju yang tetap untuk mencapai level yang cukup tinggi guna memastikan inflasi kembali ke target jangka menengah 2% dalam waktu yang tepat,” tulis keterangan resmi ECB.

Artinya, ECB masih akan terus menaikkan suku bunga di tahun depan, sama dengan bank sentral lainnya.

Resesi pun sudah di depan mata. Eropa diperkirakan akan mengalami resesi di kuartal I-2023, berdasarkan hasil survei terbaru Reuters ke para ekonom.

Kuartal I-2023 tinggal 15 hari lagi, artinya jika prediksi tersebut benar tidak lama lagi Benua Biru akan mengalami resesi.

Memang untuk mengkonfirmasi resesi produk domestik bruto (PDB) harus berkontraksi atau tumbuh negatif dalam dua kuartal beruntun. Namun, rilis data PDB biasanya memakan waktu beberapa hari hingga minggu setelah kuartal berakhir, sehingga kepastian resesi baru akan diketahui paling cepat April 2023.

Tetapi, efek resesi tentunya sudah dirasakan selama kuartal I tahun depan.

Median hasil survei dari Reuters menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di zona euro sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.

Sementara itu ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%.

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.

Sementara itu investor ternama, Michael Burry, memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi selama beberapa tahun.

“Strategi apa yang bisa mengeluarkan kita dari resesi? Kekuatan apa yang bisa membawa kita keluar? Tidak ada. Kita akan mengalami resesi bertahun-tahun,” kata Burry dalam cuitannya di Twitter, sebagaimana dilansir Business Insider.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Malapetaka Ekonomi Dunia Datangnya Dari Amerika!

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts