Merger Garuda Bukan Hal Baru, Ini Skema Era Rini Soemarno

Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan menggabungkan maskapai pelat merah Garuda grup dengan Pelita Air. Nantinya, program efisiensi klaster maskapai tersebut akan seperti Pelindo.

Read More

Ternyata, rencana merger PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dengan perusahaan BUMN lain pernah direncanakan pada Menteri BUMN sebelumnya, yaitu pada masa kepemimpinan Rini Sumarno. Ia pernah merencanakan Garuda akan disatukan dengan PT Angkasa Pura I (Persero) (AP I) dan PT Angkasa Pura II (Persero) (AP II).

Rencana penggabungan PT Angkasa Pura I (Persero) (AP I) dan PT Angkasa Pura II (Persero) (AP II) saat itu akan membuat perusahaan induk (holding) yang akan menaungi kedua BUMN tersebut.

Nantinya, holding tersebut akan membawahi perusahaan operasi transportasi lainnya, termasuk maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).

Rencana penggabungan AP I dan AP II sudah beredar sejak 2016. Rencana itu sudah termaktub dalam Rencana Strategis Kementerian BUMN di mana terdapat program pembentukan holding di sektor konektivitas.

Mengutip detik.com, dalam rencana itu, AP I dan AP II akan digabung. Sedangkan PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) akan mengakuisisi BUMN produsen kereta, PT Industri Kereta Api (Persero) (INKA).

Sementara, rencana Erick menggabungkan Grup Garuda dengan Citilink bertujuan untuk menurunkan biaya logistik di Indonesia sehingga semakin meringankan dunia bisnis.

Penyelamatan yang dilakukan kepada Garuda Indonesia dianggap perlu dipertahankan mengingat Indonesia perlu tetap memiliki flag carrier. Saat Garuda Indonesia diperjuangkan, Erick menjelaskan, di waktu yang sama telah dipersiapkan Pelita Air.

“Dengan tujuan agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional jika Garuda gagal diselamatkan,” ujar Erick di Tokyo, Jepang, melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (23/8).

Namun, Erick mengungkapkan lebih jauh, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Dimana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai US$ 40 ribu.

“Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP US$ 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai,” jelasnya

Sebelumnya, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan.

Keempatnya adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Saham GIAA Anjlok ke Harga Segini, Setelah 4 Hari Nanjak

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts