Jakarta, CNBC Indonesia – Emiten tambang emas-tembaga milik Grup Salim, Amman Mineral Internasional (AMMN) mencatatkan kinerja saham yang cemerlang sejak penawaran umum perdana (IPO). Kinerja saham ciamik ini terus berlanjut meskipun dari kinerja keuangan perusahaan tertekan signifikan.
Hingga kuartal III-203, AMMN mencatatkan laba bersih sebesar US$62,67 juta (Rp 998,99 miliar). Perolehan ini ambles 91,57% dari periode yang sama setahun sebelumnya sebesar US$744,09 juta (Rp11,86 triliun).
Dari sisi top line, pendapatan bersih AMMN turun 42% menjadi US$1,15 miliar dari yang setahun sebelumnya US$1,97 miliar. Meski pendapatan dan laba turun tajam, beban pokok penjualan perusahaan hanya tercatat turun 24%.
Direktur Utama AMMAN Alexander Ramlie mengungkapkan penurunan kinerja keuangan perusahaan “terdampak cuaca buruk dan penundaan perpanjangan izin ekspor.” Namun menyebut kinerja kuartal III (Juli-September) kembali pulih.
Penurunan kinerja ini terjadi di tengah catatan rekor penambangan (tonase material) dan harga jual logam yang mengalami kenaikan fantastis. Mengutip keterangan resmi perusahaan, harga jual rata-rata tembaga di kuartal III-2023 naik 46% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 3,59/pon. Sementara emas harga jualnya melonjak 19% menjadi US$ 1.887/ons.
Meski mencatatkan rekor tonase penambangan dan izin ekspor yang diperbaharui, produksi dan penjualan tembaga dan emas perusahaan masih tertekan. Hal ini rupanya ikut disebabkan oleh mayoritas tonase penambangan merupakan batuan penutup yang tidak memiliki nilai ekonomis.
“Dibandingkan dengan H1/2023, di mana material yang ditambang sepenuhnya berupa batuan penutup, pada Q3/2023, kami mulai menambang bijih segar dari Fase 7,” ungkap AMMN lewat keterbukaan informasi.
EBITDA perusahaan pada kuartal III tercatat turun 17% yang “disebabkan oleh peningkatan biaya pemrosesan bijih stockpiles dengan kadar lebih rendah dan bea keluar yang lebih tinggi.”
Hingga akhir September 2023, liabilitas AMMN tercatat naik 33% menjadi US$ 3,83 miliar atau sekitar Rp 61,26 triliun, dengan mayoritas merupakan kewajiban jangka panjang. Sebagai informasi, AMMN yang awal Juli tahun ini berhasil mengumpulkan dana IPO hingga Rp 10,73 triliun, menyebut akan menggunakan Rp 3,05 triliun untuk membayar utang kepada AMNT.
Melonjaknya utang AMMN terjadi seiring ambisi ekspansi. Pada 22 Desember 2022, AMMN menandatangani perjanjian Fasilitas Pinjaman Berjangka II dengan Bank Mandiri untuk fasilitas pinjaman sebesar US$ 750 juta dan Rp 3,92 triliun. Lalu, pada 27 Juli 2023, perusahaan menandatangani perjanjian Fasilitas Pinjaman Berjangka III dengan Bank Mandiri untuk fasilitas pinjaman sebesar US$ 200 juta dan Rp 2,25 triliun.
Peningkatan utang ini ikut mengerek beban bunga menjadi US$ 108,69 juta pada kuartal III-2023, naik dari US$ 90,74 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Harga Saham Meroket
Meski kinerja keuangan kurang optimal serta hambatan eksternal yang membayangi – termasuk kondisi cuaca hingga regulasi, investor tetap mengapresiasi saham AMMN.
AMMN yang resmi melantai pada 7 Juli 2023, sahamnya perlahan merangkak ke rekor tertinggi. Saham AMMN yang ditawarkan Rp 1.695 kala IPO, kini diperdagangkan di harga Rp 6.825 pada perdagangan intraday Kamis (2/11).
Artinya sejak IPO, saham AMMN telah melonjak 302%. Pasca rilis kinerja keuangan yang mengecewakan saham AMMN memang sempat tercatat dua hari merah, meskipun setelah kembali menghijau dan menyentuh rekor harga tertinggi baru.
Saat ini harga saham AMMN diperdagangkan 7,41 kali harga buku dan 381 kali lebih tinggi dari harga per saham dasar (PER). Harga saham AMMN tercatat diperdagangkan premium dibandingkan kompetitor lokal, regional hingga global. Sebagai catatan, saham ANTM diperdagangkan 1,63 nilai buku dengan PER 10,53. Sementara MDKA diperdagangkan 4,23 kali nilai buku.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Sejak IPO, Saham Amman Mineral (AMMN) Sudah Meroket 88% Lebih
(fsd/fsd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com