Misteri Merger Bank Kurang Modal, Ini Kata Bos OJK

Jakarta, CNBC Indonesia – Realisasi rencana merger atau penggabungan dua bank dalam memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun masih belum terbuka. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah mengungkapkan sebanyak 26 bank sudah dikategorikan memenuhi kecukupan modal inti sebanyak Rp 3 triliun.

Read More

Hanya ada satu bank dari bank umum swasta nasional (BUSN) yang sebelumnya modal intinya masih bawah Rp 3 triliun tak mampu memenuhi aturan hingga akhir 2022. Yakni, Prima Master Bank yang kini telah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per 4 Januari 2023 sebagai bentuk sanksi dari OJK.

“Dari 37 bank, sebagian sudah melakukan tambahan setoran modal, pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB), penggabungan, pengambilalihan, maupun mengundang mitra strategis. Secara umum BUSN telah memenuhi modal inti minimum sebelum 31 Desember 2022, selain Prima Master Bank.” kata Direktur Humas OJK Darmansyah dalam keterangan tertulis pada Senin (9/1/2023) lalu.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pemenuhan modal inti ini dilakukan dengan berbagai cara dari penambahan modal dari pemegang saham, right issue, dan juga merger.

“Sayangnya, kami tidak bisa menyebutkan nama bank yang merger, merger bagian dari aksi korporasi yang harus dikoordinasikan dengan Pak Inarno, sehingga tidak bisa disebutkan karena akan berpengaruh kepada harga saham,” jelas Dian dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/1/2023) lalu.

Pemenuhan modal inti harus diikuti perbankan berdasarkan POJK 12 tahun 2020 bank umum harus memiliki modal inti Rp 3 triliun per akhir 2022. Selain itu, Dian juga memaparkan mengenai kredit perbankan pada November 2022 tumbuh meningkat menjadi 11,16% yoy, utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 13,15% yoy.

Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 11,27% dan 9,10%. Adapun, secara mtm, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 13,96 triliun menjadi Rp 6.347,5 triliun.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada November 2022 tercatat tumbuh 8,78% yoy menjadi Rp 7.974 triliun, utamanya didorong peningkatan tabungan dan deposito.

Likuiditas industri perbankan pada November 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 134,97% (Oktober 2022: 130,17%) dan 30,42% (Oktober 2022: 29,46%), jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,75% (NPL gross: 2,65%). Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 mengalami perkembangan positif dengan mencatatkan penurunan sebesar Rp 13,27 triliun menjadi Rp 499,87 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,40 juta nasabah (Oktober 2022: 2,53 juta nasabah).

Posisi Devisa Neto (PDN) November 2022 tercatat sebesar 2,05 persen, jauh di bawah threshold 20 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan tercatat meningkat menjadi 25,49% dari posisi Oktober 2022 yang sebesar 25,08%.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Langkah Pamungkas, OJK Bakal Merger Paksa Bank Kurang Modal

(ayh/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts