Musim Laporan Keuangan Tiba! Wall Street Dibuka ‘Berdarah’

Jakarta, CNBC Indonesia – Tiga indeks utama Wall Street mengawali perdagangan di zona koreksi pada perdagangan Selasa (18/7/2023) waktu New York di tengah penantian investor terhadap beberapa laporan keuangan perusahaan.

Read More

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka turun 0,07% ke posisi 34.559,89. Sementara S&P 500 turun 0.08%ke 4.519,07, dan Nasdaq Composite juga mengalami koreksi 0,22% ke posisi 14.231,06.

Hasil Treasury AS lebih rendah pada perdagangan Selasa karena investor melihat ke depan untuk data ekonomi terbaru, yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan ekonomi AS menjelang pertemuan kebijakan The Fed berikutnya.

Selain itu, Wall Street menunggu hari laba yang padat hari ini, ada beberapa perusahaan yang bakal merilis laporan keuangan diantaranya dari Bank of America, Morgan Stanley, Bank New York Mellon dan PNC Keuangan.

Morgan Stanley membukukan pendapatan kuartal kedua yang melampaui ekspektasi analis, dibantu oleh rekor hasil manajemen kekayaan.

Perusahaan melaporkan penghasilan mencapai US$1,24 per saham . angka ini tercatat lebih tinggi dari estimasi analis Refinitiv yakni sebesar US $1,15. Selain itu n laba dilaporkan turun 13% menjadi US$2,18 miliar, atau US$1,24 per saham, karena hasil perdagangan yang lebih rendah dari tahun lalu dan putaran pemutusan hubungan kerja yang memicu biaya pesangon US$308 juta.

Di bawah CEO James Gorman, ketergantungan Morgan Stanley pada manajemen kekayaan telah membantu pendapatannya yang stabil dan meningkatkan valuasinya relatif terhadap rekan-rekannya. Gorman, yang mengambil alih perusahaan itu pada 2010, mengatakan bahwa dia sedang bersiap untuk mundur dalam waktu satu tahun, memulai perlombaan suksesi di pembangkit tenaga listrik Wall Street.

Sementara, pendapatan dan pendapatan Bank of America melebihi perkiraan, karena perusahaan mendapat dorongan dari suku bunga yang lebih tinggi dan pendapatan bunga.

“Semua bisnis berkinerja baik, dan kami melihat peningkatan pangsa pasar, terutama dalam bisnis Penjualan dan Perdagangan dan Perbankan Investasi kami,” kata CEO Brian Moynihan dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC International.

“Neraca yang kuat dan likuiditas yang cukup memungkinkan kami untuk melanjutkan investasi dalam franchise kami untuk mendorong nilai jangka panjang bagi para pemangku kepentingan.” Tambahnya.

Sementara, data inflasi baru-baru ini meningkatkan skenario soft-landing di antara banyak investor, dan saham melanjutkan reli tahun ini. Tetapi beberapa skeptisisme tetap ada.

Di sisi ekonomi, data penjualan ritel dan produksi industri untuk bulan Juni akan dirilis hari ini.

Sebagaimana diketahui, bahwa pekan ini invetor sedang memasang mode wait and see menjelang pertemuan kebijakan bulan Juli. Menurut alat FedWatch CME Group, investor mengantisipasi peluang hampir 97% bank sentral paling powrfull itu bakal menaikkan suku bunga akhir bulan ini, setelah menghentikan kenaikan pada bulan Juni.

Sebagaimana diketahui, inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023, dari 4% (yoy) pada Mei. Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1%. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021.

Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2%dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.

Dengan inflasi yang melandai, pelaku pasar kini berekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melunak.

Beberapa analis juga memperkirakan bahwa AS tidak lagi memiliki masalah inflasi, menurut ekonom veteran Steve Hanke. Ia mengungapkan cerita inflasi adalah sejarah pasca ramalan bahwa inflasi telah melandai.

Kemungkinan resesi AS dalam waktu dekat tampaknya menurun, menurut Goldman Sachs. Bank investasi memangkas kemungkinan kontraksi ekonomi dalam 12 bulan ke depan menjadi 20% dari 25%. Kepala ekonom Goldman Jan Hatzius mengutip data ekonomi seperti pertumbuhan PDB kuartal pertama dan inflasi yang melambat dalam meningkatkan peluang yang diproyeksikan bahwa The Fed dapat mengendalikan kenaikan harga yang dramatis tanpa menyebabkan resesi di tahun depan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Kecewa dengan Kenaikan Suku Bunga, Wall Street Jeblok

(aum/aum)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts