Pak Jokowi! Tutup Saja Pintu Keluar Dolar, Negara Lain Sudah

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menyoroti para eksportir yang hobi menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di negara lain. Diharapkan pemerintah tidak hanya sekadar memberi sanksi, namun memberlakukan larangan keras kepada para eksportir agar tidak lagi membawa kabur dolar Amerika Serikat (AS) ke luar negeri.

Read More

Demikian disampaikan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Agus Herta Sumarto kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (3/1/2023).

Menurutnya, kebijakan Indonesia yang hanya mewajibkan eksportir memberi laporan, masih belum mampu mengamankan cadangan devisa (cadev) dari DHE. Padahal, negara lain seperti Thailand dan Malaysia sudah mewajibkan devisa ekspor harus ditahan di dalam negeri hingga 3-6 bulan.

“Sangat mungkin dan sangat bisa (kontrol devisa). Sudah saatnya Indonesia menghentikan menganut rezim devisa bebas. Atau paling tidak mengurangi sistem rezim devisa bebas,” jelasnya.

Dengan rezim devisa bebas dan hanya mewajibkan pelaporan, menurut Agus hal tersebut tidak mampu membuat eksportir menaruh DHE di dalam negeri. Padahal, keuntungan besar yang didapatkan mereka merupakan hasil mengeruk bumi Indonesia. Terlebih dalam dua tahun terakhir, harga komoditas pertambangan dan perkebunan terus melejit.

“Saya kira seharusnya para eksportir tersebut menaruh uangnya di dalam negeri karena sejatinya kegiatan usaha ekspor tersebut mendayagunakan sumberdaya ekonomi Indonesia seperti tanah, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, teknologi, dana, fasilitas, dan lain sebagainya. Rasanya tidak etis jika dalam produksinya menggunakan seluruh sumber daya ekonomi di Indonesia tapi menempatkan uangnya di luar negeri,” jelas Agus.

Berbagai rayuan dilakukan pemerintah guna menarik minat eksportir agar memarkirkan uangnya di dalam negeri. Baru-baru ini, rayuan tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru. Dengan harapan, agar dapat mendorong penempatan DHE, khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir. Hal ini karena BI menyadari bahwa simpanan DHE dapat memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional.

Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank. Namun menurut Agus, kebijakan itu masih belum cukup.

“Kebijakan untuk mendorong transaksi ekspor di dalam negeri harus komprehensif, tidak boleh hanya mengandalkan sektor moneter atau fiskal saja. Kebijakannya harus dibuat komprehensif dengan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait. Jika dilakukan secara parsial maka efektivitasnya akan rendah,” terangnya.

Apalagi jika melihat kebijakan Singapura yang menjadi tempat favorit para eksportir memarkirkan dolarnya. Dimana Singapura telah memberikan jaminan kepastian hukum sehingga tidak ada kekhawatiran ada persoalan di kemudian hari.

“Singapura lebih menjamin adanya kepastian hukum. Jika terjadi dispute antar pihak, proses peradilan bisa berjalan lebih cepat dan tidak bertele-tele. Serta probabilitas moral hazard selama proses peradilan jauh lebih kecil dibanding Indonesia,” pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Stok Dolar Kering, Rupiah Terus Melemah

(mij/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts