Pekan Genting! Pasar RI Bakal Dibuat Cemas China, AS & Jepang

Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu mencatatkan kinerja yang cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau cerah, namun untuk rupiah terpantau melemah dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau dilepas oleh investor.

Pasar keuangan Indonesia akan mengakhiri perdagangan selama Juli pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen penggerak pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini,

Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat 0,28% secara point-to-point (ptp). Dengan ini, maka IHSG sudah menghijau selama lima pekan beruntun.

Dalam lima hari perdagangan pada pekan lalu, IHSG hanya sekali mencatatkan koreksi. Namun, kinerja IHSG pada pekan lalu cenderung tidak sebaik dengan pekan sebelumnya, di mana IHSG dalam lima hari beruntun menguat tanpa terkoreksi sekalipun.

Sedangkan pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu, IHSG ditutup naik tipis 0,05% ke posisi 6.900,23. Pada pekan lalu, IHSG bergerak di zona psikologis 6.890 – 6.940.

Data pasar menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy)mencapai Rp 997,42 miliar di seluruh pasar sepanjang pekan lalu.


Sedangkan untuk rupiah, sepanjang pekan lalu melemah 0,47% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp). Dengan demikian, rupiah sudah melemah dalam dua pekan beruntun.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, mata uang Garuda ditutup juga melemah 0,63% di level Rp 15.090/US$.


Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun berada di level 6,274% per akhir pekan lalu, naik 3 basis poin (bp) dari posisi akhir pekan sebelumnya di 6,244%.

Yield yang naik menandai harga SBN yang sedang turun dan investor cenderung melepas SBN, terutama investor asing.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.


Pengaruh kebijakan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memberatkan laju rupiah dan bahkan IHSG sekalipun, meski IHSG pada akhirnya masih mempertahankan penguatannya.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 bp pada Kamis dini hari waktu Indonesia, tentunya sesuai perkiraan pasar.

Namun nada The Fed yang masih akan hawkish, ditambah data-data memberi sinyal bahwa ekonomi AS masih kuat sehingga investor berekspektasi bahwa kenaikan suku bunga masih akan berlanjut dan pada akhirnya mereka cenderung kecewa. Padahal sebelumnya, pasar sudah memperkirakan bahwa kenaikan suku bunga akan berakhir di pertemuan edisi Juli.

Di lain sisi, pada pekan lalu, Bank Indonesia (BI) juga telah mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya. Hasil dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk tetap menahan suku bunga di level 5,75%.

Keputusan BI ini sesuai dengan Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral Tanah Air tersebut akan kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.

Sentimen positif tersebut mampu menahan sentimen negatif dari The Fed yang masih akan bersikap hawkish.
The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 5,25-5,5%, setelah pada pertemuan sebelumnya yakni edisi Juni 2023 menahan suku bunga acuannya.

Dengan kenaikan tersebut, suku bunga The Fed (Federal Fund Rate/FFR) sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bp sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts