Perang Suku Bunga dengan Singapura Dimulai, Rupiah Apa Kabar?

Jakarta, CNBC Indonesia – Sentimen pelaku pasar yang memburuk membuat rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (23/12/2022). Padahal, rupiah sedang mendapat sentimen positif dari langkah yang diambil Bank Indonesia (BI).

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.590/US$, melemah 0,06% di pasar spot.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham AS yang kembali ambrol pada perdagangan Kamis waktu setempat.

Indeks Dow Jones tercatat melemah 1,05%, S&P 500 minus 1,45% dan Nasdaq paling parah 2,18%.

Saat sentimen pelaku pasar memburuk, dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona, rupiah pun tertekan.

Meski demikian, rupiah juga sedang mendapat sentimen positif dari langkah BI guna menahan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri lebih lama.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan, DHE sebagian besar sudah berada di dalam negeri tetapi tidak bertahan lama. Untuk itu BI mengeluarkan instrumen baru guna menahan DHE lebih lama.

“Kami akan mengeluarkan instrumen yang baru di mana bank-bank bisa mem-pass on simpanan DHE para eksportir. Jadi eksportir menyimpan dana di bank dan bank bisa meneruskan ke BI dengan mekanisme pasar dan suku bunga atau imbal hasil yang menarik,” ujar Perry.

Perry mengatakan imbal hasil yang didapat akan lebih menarik ketimbang di luar negeri, dan bank yang mem-pass on juga akan mendapat insentif.

Perry mencontohkan jika rata-rata bunga deposit valas negara lain ada di angka 3,75% maka BI akan menawarkan bunga di kisaran 3,75-4,0% melalui lelang.

“Tergantung kondisi akan bergerak dari waktu ke waktu karena mekanisme pasar sesuai perkembangan yang ada dengan suku bunga dan daya tarik eksportir untuk ini,” ujar Perry.

Devisa Hasil Ekspor tengah menjadi pembicaraan hangat. Pasalnya, banyak DHE yang lebih banyak parkir di luar negeri. Kondisi ini berimbas pada semakin tergerusnya cadangan devisa (cadev) serta stabilitas nilai tukar.

Dengan bunga yang lebih kompetitif, Perry berharap instrumen ini mampu menarik minat eksportir untuk menaruh DHE mereka, terutama eksportir di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Terlebih, mereka banyak diuntungkan dari sumber daya Indonesia.

“Mari apa yang kita hasilkan dan dapatkan dari bumi negeri ini kita gunakan untuk stabilkan ekonomi negeri dan kemakmuran Indonesia,” imbuh Perry.

Lebih tingginya bunga deposito dolar AS di Singapura merupakan salah satu faktor keringnya pasokan dolar di Tanah Air karena banyak DHE diparkir di negara tersebut.

Penelusuran CNBC Indonesia menunjukkan rata-rata bunga deposito dolar Amerika Serikat (AS) di perbankan Singapura ada di kisaran 2,95-3,86% untuk tenor satu bulan. Sementara itu, untuk tenor 12 bulan bunga deposito menembus hingga 5,1%. Besaran bunga juga bervariasi tergantung nilai simpanan.

Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan instrumen baru valas BI menjadi pilihan menarik karena akan menyesuaikan mekanisme pasar. Dengan lelang maka diharapkan makin banyak perbankan dalam negeri yang terlibat sehingga perdagangan valas tidak didominasi bank tertentu.

“Ini berarti kan fasilitas (instrumen valas) makin banyak. Masing-masing bank akan menawarkan sesuai kondisi pasar dan kondisi suku bunga. Inilah pentingnya mekanisme pasar. Pentingnya pasar yang bukan dimonopoli,” tutur David, kepada CNBC Indonesia,

David menambahkan dengan lelang terbuka maka perbankan bisa bersaing menaikkan bunga untuk menarik nasabah. 

Pada akhirnya, eksportir pun akan lebih diuntungkan karena bisa mendapatkan bunga yang lebih tinggi untuk menaruh DHE mereka.

Jika kebijakan tersebut sukses, dan eksportir menahan valuta asing lebih lama di dalam negeri, pasokan dolar AS akan bertambah dan rupiah akan lebih stabil bahkan berpeluang menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts