Perlahan Mulai Terkuak, Ini Penyebab Rupiah Sulit Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (6/1/2022). Edi Susanto, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, mengungkapkan pelemahan rupiah dipengaruhi oleh permintaan valas dari dalam negeri di awal tahun.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp 15.620/US$. Depresiasi kemudian bertambah menjadi 0,16% ke Rp 15.630/US$ pada pukul 9:07 WIB.

“Secara sentimen global sebetulnya tekanannya tidak terlalu besar beberapa hari ini, namun kebetulan di awal tahun ini di pasar valas domestik, ada permintaan valas yang meningkat dari BUMN tertentu, setelah sebelumnya pada akhir tahun kemarin ada pencairan dana kompensasi energi dari Pemerintah yang cukup besar,” kata Edi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (6/1/2023).

Dia menegaskan hal tersebut menyebabkan rupiah agak melemah, dimana berbeda dibanding dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara peers di Asia yang kemarin, Kamis (5/1/2023), umumnya mengalami penguatan.

Masih mengenai valas, pelaku pasar kini menanti rilis cadangan devisa Indonesia yang sebelumnya mengalami penurunan dalam 7 bulan beruntun sebelum naik pada November lalu. Hal ini sudah bisa memberikan gambaran tirisnya pasokan valas di dalam negeri, padahal seharusnya bisa meningkat sebab neraca perdagangan terus mencetak surplus.

Ditengarai para eksportir menempatkan dolar AS mereka di Singapura. Sebabnya, suku bunga deposito valas di Singapura lebih tinggi ketimbang di Indonesia.

Jika cadangan devisa kembali naik pada Desember, tentunya akan memberikan sentimen positif. Upaya Bank Indonesia (BI) untuk bisa menarik kembali valas tersebut mulai terlihat, dan bisa memperkuat posisi rupiah.

Selain itu, keluar masuk modal asing juga membuat rupiah sulit menguat. Di pasar saham, dalam 4 hari perdagangan pekan ini investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sekitar Rp 1,7 triliun. Sementara di pasar SBN sekunder dalam dua hari pertama perdagangan tercatat ada inflow sekitar Rp 2,5 triliun, melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko (DJPPR).

Fenomena tersebut sudah terjadi sejak akhir tahun lalu. Data pasar menunjukkan terjadi outflow hingga Rp 20,9 triliun di pasar saham, sementara di pasar SBN inflow sebesar Rp 25 triliun.

Pergerakan modal asing di pasar saham dan obligasi berlawan arah sejak awal tahun lalu. Ketika inflow terjadi di pasar saham, obligasi justru terjadi outflow yang masif. Kini, kebalikannya terjadi, rupiah pun menjadi kesulitan menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts