penyebabsakit.com

PLTU Akan Disuntik Mati, Tarif Listrik Bakal Lebih Mahal?

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah telah menyampaikan komitmennya secara tegas untuk membatasi penggunaan listrik dari energi fosil dan bersiap menuju transisi energi yang lebih bersih di masa depan. Kebijakan ini merupakan vonis mati bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam memuluskan langkah pemerintah demi mencapai target nol bersih (net zero emission/NZE) pada tahun 2060.

Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 tahun 2022 telah mengultimatum percepatan transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan. Dengan salah satu poin utama dan terpenting yakni moratorium pembangunan PLTU baru dan upaya memensiunkan dini sejumlah PLTU eksisting.

Meski demikian, secara rinci peraturan tersebut masih memberikan sedikit ruang bagi pengembangan PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Perpres 112 tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk mengisi ruang kosong yang ditinggalkan batu bara, pemerintah menargetkan pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sudah 23% di tahun 2025. Bauran EBT naik menjadi 42% pada tahun 2030 dan akan didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Selanjutnya semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031, dengan bauran EBT mencapai 57% yang didominasi PLTS, pembangkit hidro dan panas bumi.

Di tahun 2040, bauran EBT ditargetnya sudah mencapai 71%, lalu 87% di tahun 2050 dan akhirnya mampu mencapai 100% di tahun 2060 dengan emisi dari pembangkit listrik tidak ada sama sekali.

Sejumlah lembaga mengapresiasi kebijakan agresif ini dengan LSM energi hijau Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam studinya bersama University of Maryland mengungkapkan ada 12 PLTU yang berpotensi dipensiunkan dini hingga tahun depan. PLTU yang dimaksud merupakan yang masuk dalam kategori low hanging fruits (LHF) karena memiliki kinerja buruk dari berbagai sisi, mulai dari teknis, ekonomi hingga lingkungan.

Sementara itu, sejumlah pihak juga menyampaikan kekhawatirannya terkait potensi terganggunya keamanan energi nasional, mengingat sejumlah energi baru dinilai masih kurang andal dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, seperti PLTS yang tidak menghasilkan energi kala hujan atau PLTB yang tidak memproduksi cukup listrik jika kekurangan angin.

Akan tetapi Indonesia yang dianugerahi kekayaan geotermal, memiliki opsi yang relatif lebih banyak untuk mempercepat transisi energi. Berbeda dengan angin dan matahari, pembangkit geotermal dapat memenuhi beban listrik dasar (base load) karena secara konsisten dapat beroperasi selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, terlepas dari kondisi cuaca.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version