Rupiah Keok Lawan Dolar, Kena Imbas Amerika dan Libur Adha

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah harus rela melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Garuda melemah terimbas dampak libur panjang Idul Adha mendatang, kebijakan Bank Indonesia menahan suku bunga, serta stance kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang masih hawkish.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,37% menjadi Rp 14.990/US$1 hari ini, Jumat (23/6/2023). 

Pelemahan ini membalikkan harapan pelaku pasar, mengingat tren penguatan pada hari sebelumnya. Pada perdagangan hari sebelumnya, Kamis (22/6/2023) rupiah menguat 0,03% menjadi Rp 14.935,00/US$.

Dalam sepekan, rupiah melemah 0,40%. Artinya, rupiah sudah melemah dalam dua pekan beruntun. Pada pekan lalu, rupiah juga melemah 0,64% 

Pelemahan rupiah hari ini salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah telah mengumumkan cuti bersama selama dua hari sehingga ada libur panjang pada 28 Juni- 2 Juli 2023.
Artinya pada pekan depan, hanya akan ada dua hari efektif perdagangan sehingga tak menutup kemungkinan pelaku pasar akan ambil untung atau profit taking dalam jangka pendek.

Hal tersebut juga sudah mulai terlihat di pasar saham dimana investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell), jumlahnya mencapai Rp 162,98 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Selain itu, pelemahan rupiah disebabkan oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunganya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis kemarin. 

Hal ini berbeda dengan situasi Amerika Serikat (AS). Ketua Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, menyatakan stance nya masih akan hawkish atau agresif meningkatkan suku bunga mengingat inflasi yang masih belum mendekati target 2%.

Kebijakan The Fed yang masih berpotensi hawkish akan meningkatkan spread suku bunga, sehingga real rate yang diterima investor mengecil. Kondisi ini memicu potensi arus modal asing keluar yang berpotensi berimbas ke penurunan rupiah.

Pelemahan rupiah hingga menembus level psikologis Rp 15.000/dolar AS ini menunjukkan komitmen BI belum mampu meredakan kekhawatiran pasar.

Padahal, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang mengatakan rupiah akan menjadi fokus perhatian kebijakan BI ke depan dan tak ragu untuk melakukan intervensi rupiah jika diperlukan.

Perry sempat menegaskan rupiah melemah akibat ketidakpastian global. Karena itulah, intervensi rupiah menjadi kebijakan yang lebih tepat dalam menjaga stabilitas nilai tukar dibandingkan mengerek suku bunga.

BI memperkirakan The Fed akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada Juli mendatang. BI pun bersiap jika kenaikan suku bunga akan memicu ketidakpastian dan volatilitas nilai tukar. 

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bukan BI, Gerak Rupiah Masih Ditentukan AS & The Fed

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts