Rupiah Makin Perkasa, Surat Utang RI Makin Diburu

Jakarta, CNBC Indonesia – Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali turun pada perdagangan Kamis (9/2/2023), di tengah rupiah yang masih bertahan kuat melawan dolar. Amerika Serikat (AS).

Read More

Untuk diketahui, harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika SBN makin dicari maka harganya semakin mahal sehingga yield turun.

Melansir data dari Refinitiv,SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan kembali menjadi yang paling besar penurunan yield-nya, yakni berkurang 7,9 basis poin (bp) ke level 6,627%. Disusul yield tenor 5 tahun yang juga melandai 6,9 basis poin menjadi 6,299%.



Pelemahan dolar Ameika Serikat (AS) dan penguatan rupiah pada hari ini menjadi salah satu pendorong di pasar obligasi pemerintah dan membuat investor kembali memburu SBN.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat 0,03% pada perdagangan hari ini ke Rp 15.090/US$. Melanjutkan penguatannya dari hari Rabu kemarin yang ditutup terapresiasi di Rp 15.095 melawan dolar.

Indeks dolar AS sendiri jeblok hingga 0,44% ke 102,957 pada perdagangan Kamis (9/2/2023). Penurunan tersebut merupakan penurunan ketiga kalinya dalam sepekan ini dengan total pelemahan 0,62%.

Kendati demikian, obligasi negara masih dibayang-bayangi oleh sikap agresif bank sentral AS The Feferal Reserve (The Fed) yang menegaskan sikapnya untuk memerangi inflasi. Dengan komitmen besar tersebut suku bunga masih bisa naik.

Gubernur The Fed, Christoper Waller, Kamis malam (9/2/2023) mengungakpkan The Fed akan terus memerangi inflasi hingga mencapai target nya yakni 2%.

“Mungkin akan menjadi pertarungan yang panjang” ujarnya, di kutip dari Reuters.

Dia juga menambahkan bahwa The Fed bisa saja kembali agresif untuk menaikkan suku bunga yang saat ini di kisaran 4,75% hingga 5% menjadi 5,00% dan 5,25%. Jika laju inflasi tidak sesuai harapan bank sentral.

“Tampaknya pandangan yang masuk akal tentang apa yang perlu kita lakukan tahun ini untuk menurunkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan” ungkapnya.

Pasar tenaga kerja Amerika Serikat yang kuat disinyalir dapat menjadi tantangan bagi laju penurunan inflasi yang saat ini berada di angka 6,7%.

Serta jika sikap agresif The Fed untuk menaikkan suku bunga masih berlanjut, hal ini dapat menyebabkan menipisnya spread antara obligasi dalam negeri dan obligasi milik negeri paman sam, sehingga ada risiko obligasi dalam negeri ditinggal oleh investor.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kas Negara Cukup! Pemerintah Setop Tarik Utang Lagi 2022


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts