Rupiah Menguat Gila-gilaan, Ini Penyebabnya!

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melanjutkan keperkasaannya, hingga sukses menembus level di bawah Rp 14.800/US$, mencetak rekor terkuat sepanjang 2023.

Read More

Pada Kamis (13/4/2023), rupiah membuka perdagangan pada level Rp 14.820/US$ atau melesat 0,37%. Penguatan rupiah terus bertambah hingga menembus ke bawah Rp 14.800/US$.

Pada pukul 9:20 WIB, rupiah berada di Rp 14.790/US$ atau menguat 0,57% sekaligus menjadi rekor terkuat baru pada tahun ini.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Faisal Rachman mengungkapkan, penguatan rupiah dipengaruhi sentimen domestik dan eksternal.

Sentimen domestik berasal dari adanya ramalan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) yang merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 dari semula 4,8% menjadi 5%. Juga sejalan dengan inflasi yang terkendali dan manajemen fiskal yang baik, serta hilirisasi.

Diketahui, pada Maret 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan tau year on year (yoy) sebesar 4,97%.

“Jadi, terjadi inflow di pasar keuangan dan direct investment. Selain itu trade balance juga masih akan surplus. Serta kebijakan term deposit valas DHE oleh Bank Indonesia sudah berjalan, sehingga memperkuat posisi cadangan devisa Indonesia,” jelas Faisal kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/4/2023).

Sementara dari sentimen eksternal, berasal dari ketidakpastian ekonomi global yang masih berlanjut. Karena walaupun inflasi dalam tren yang menurun, namun masih cukup tinggi.

Sehingga bank sentral negara-negara tersebut masih perlu menaikkan suku bunga acuan. “Ini akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonominya, jadi ada sentimen negatif,” tutur Faisal lagi.

Dengan demikian, volatilitas nilai tukar rupiah masih akan bergejolak. Namun, dalam jangka pendek, Faisal melihat akan ada peluang penguatan. “Kami masih lihat minggu ini (rupiah) dikisaran Rp 14.700 per dolar AS sampai Rp 14.800 per dolar AS.”

Senada juga diungkapkan oleh Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto. Menurut Myrdal penguatan rupiah disebabkan oleh investor asing yang masuk ke pasar keuangan tanah air.

Investor asing yang masuk ke pasar keuangan domestik, karena melihat data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang tidak se-ekspansif pada periode sebelumnya.

“Lalu juga kita lihat gap investment antar surat utang negara Indonesia dan Amerika masih relatif lebar, dan ini masuk ke pasar obligasi negara (Indonesia),” jelas Myrdal.

Kemudian juga data ekonomi Indonesia dalam beberapa periode terakhir juga mengindikasikan masih cukup solid. Terlihat dari data inflasi yang relatif rendah, mesti peak season di Ramadhan.

Ditopang juga dengan cadangan devisa yang melonjak tinggi mencapai US$ 145,2 miliar. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 140,3 miliar.

“Ini jadi pendorong utama rupiah menguat signifikan pada pekan ini,” tutur Myrdal.

Kendati demikian, Myrdal memandang, Bank Indonesia (BI) tidak akan membawa nilai tukar rupiah untuk terus-terusan menguat di bawah Rp 14.800/US$.

“Kelihatannya BI jaga supaya tidak break di bawah Rp 14.800 karena kekhawatiran eksportir teriak, karena rupiah terlalu kuat justru akan mengganggu kinerja eksportir,” jelasnya.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menambahkan sentimen rupiah masih dipengaruhi sentimen ekspektasi kebijakan The Fed yang sudah tidak hawkish, didukung data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan dan data tenaga kerja yang masih cukup kuat.

David memperkirakan, dalam jangka pendek rupiah masih bisa menguat pada kisaran Rp 14.600/US$ dan dalam jangka waktu tertentu akan tertahan pada level Rp 15.000/US$.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Situasi Makin Sulit, Rupiah Bakal Terbang ke Rp 16.000/US$

(cap/cap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts