Rupiah Menguat Tajam & Cetak Rekor Tapi Gagal Jadi Raja Asia

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah sangat perkasa pada pekan ini. Namun, penguatan rupiah masih kalah jauh dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.

Read More

Merujuk data Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 14.955/US$1. Mata uang Garuda menguat 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam sepekan, rupiah mampu menguat 1,17% pada pekan ini. Penguatan tersebut adalah yang paling tajam sejak akhir April tahun ini atau dalam 2,5 bulan terakhir.

Penguatan pada pekan ini juga mengakhiri tren buruk rupiah yang ambruk pada empat pekan beruntun sebelumnya. Tak hanya itu, rupiah juga mampu mencatat rally panjang pekan ini dengan menguat selama empat hari beruntun.

Penguatan pada pekan ini juga resmi membuat mata uang Garuda resmi meninggalkan level psikologis Rp 15.000 pada Kamis (13/7/2023).

Rupiah sempat terbenam pada level Rp 15.000/US$1 pada 3-12 Juli atau enam hari perdagangan.

Rupiah menguat tajam dengan ditopang oleh faktor dalam negeri dan eksternal.

Dari dalam negeri, kinerja rupiah terbantu oleh data ekonomi yang membaik mulai melandainya inflasi serta dirilisnya aturan mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Aturan DHE dibuat lebih ketat termasuk dengan mewajibkan eksportir menaruh DHE minimal 30% dengan jangka waktu paling singkat tiga bulan.
Aturan tersebut juga memungkinkan pemerintah mewajibkan konversi jika stabilitas ekonomi tengah goyang.

Pengetatan aturan ini diharapkan mampu menambah pasokan dolar AS ke dalam negeri sehingga rupiah bisa semakin kuat ke depan.



Namun, faktor terbesar yang membuat rupiah melonjak adalah inflasi AS, Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023, dari 4% (yoy) pada Mei.
Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1%. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021.
Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2% dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.

Dengan inflasi yang melandai, pelaku pasar kini berekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melunak.
Pasar memang masih berekspektasi jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada akhir bulan ini menjadi 5,25-5,5%.

CME FedWatch Toolmemperkirakan kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada Juli menjadi 96,1%, meningkat dibandingkan sehari sebelunya yang di angka 94%.
Namun, pasar meyakini kenaikan tersebut akan menjadi yang terakhir.

Ekspektasi pelonggaran kebijakan The Fed membuat dolar AS babak belur. Indeks dolar terjun bebas ke level 99,97 pada pekan ini. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak pertengahan April tahun lalu.

Dolar AS yang melemah membuat rupiah menjadi menjadi incaran investor asing lagi.
Berdasarkan data Bank Indonesia, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 7,1 triliun pada 10-13 Juli 2023. Net buy pada pasar Surat Berharga Negara tercatat Rp 6,54 triliun.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan pekan sebelumnya di mana investor asing mencatat net sell sebesar Rp 1,85 triliun pada 3-6 Juli 2023. Net sell di pasar SBN tercatat Rp 2,44 triliun.

Kendati gemilang, kinerja rupiah masih kalah jauh dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.

Ringgit Malaysia menjadi ‘raja’ Asia pada pekan ini dengan mencatatkan penguatan 3,16% sepekan. Penguatan ini berbanding terbalik dibandingkan pekan lalu di mana ringgit melemah 0,02%.

Kinerja terbaik kedua dicatatkan oleh yen Jepang yang menguat 2,4% diikuti dengan won Korea 2,33% dan peso Filipina sebesar 2,17%.

Seperti halnya rupiah, penguatan mata uang Asia ditopang oleh ambruknya dolar AS serta ekspektasi pelonggaran kebijakan The Fed.



CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Dampak Keputusan Fed, Rupiah Terbang 1%

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts