Rupiah & Ringgit Selamat Karena Libur, Mata Uang Asia Merana

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas mata uang Asia terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (29/6/2023), karena investor masih menimbang masih ketatnya kebijakan moneter global dan dampak dari kondisi politik yang belum menentu.

Read More

Menurut data Refinitiv per pukul 12:10 WIB, mata uang utama Asia yang masih diperdagangkan hari ini kompak melemah dihadapan The Greenback.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning (Asia) pada perdagangan hari ini.


Dalam sepekan, hanya tiga mata uang Asia yang mampu menguat dihadapan The Greenback, yakni rupiah, ringgit Malaysia, dan peso Filipina. Untuk rupiah dan ringgit, kinerja tertolong berkat adanya libur Idul Adha 1444 H.


Masih lesunya mata uang Asia terutama disebabkan oleh kebijakan hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Chairman The Fed, Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan The Fed akan mengerek suku bunga acuan kembali. Artinya, dolar AS berpotensi terus menguat ke depan.

Seperti diketahui, The Fed menahan suku bunga acuan sebesar 5,0-5,25% pada bulan ini.

Di lain sisi, Pejabat tinggi mata uang di Asia mendorong kembali taruhan yang mengirim mata uang mereka ke level terendah dalam tujuh bulan terakhir pada pekan ini, memperdalam kinerja buruk mereka untuk tahun ini.

Pejabat keuangan Jepang telah memperingatkan sepanjang pekan ini terhadap depresiasi yen Jepang yang “berlebihan”.

Sedangkan pada Selasa malam, pejabat Malaysia menandai kekhawatiran yang sama untuk ringgit, sementara China menetapkan yuan pada tingkat harian yang lebih kuat dari perkiraan tiga kali pekan ini untuk menopang mata uang.

Pergerakan kontras dalam mata uang utama dunia, termasuk yen Jepang, yuan China, dan dolar AS menggarisbawahi perbedaan suku bunga domestik dan siklus kebijakan moneter.

Hal ini terjadi ketika bank sentral di seluruh dunia terus menghadapi inflasi yang cenderung kaku, pertumbuhan yang merosot setelah Covid-19, perang Rusia melawan Ukraina yang belum berakhir, dan ancaman krisis energi.

Dihadapan dolar AS sepanjang tahun ini, yen Jepang telah merosot lebih dari 9%, sementara ringgit Malaysia turun sekitar 6% dan yuan Tiongkok turun hampir 5%. Ketiga mata uang tersebut menguji posisi terendah tujuh bulan terhadap dolar AS bulan ini dan termasuk yang paling terpukul di Asia tahun ini.

Sementara itu, nilai tukar rupiah justru berhasil menguat sehari sebelum libur panjang. Rupiah ditutup menguat 0,13% ke posisi Rp 14.990/US$ pada perdagangan Selasa lalu. Meski menguat, tetapi rupiah masih mendekati Rp 15.000/US$.

Dalam dua hari terakhir, rupiah terpantau stagnan. Tetapi sepanjang tahun ini, mata uang Garuda terbang 3,7% sepanjang tahun ini.


Penguatan rupiah di dua hari sebelum libur panjang kali ini juga menghapus tradisi buruk mata uang Garuda.

Secara historis, rupiah lebih sering melemah menjelang libur panjang. Pada periode menjelang libur panjang 2018-2023, rupiah hanya menguat sekali yakni pada Mei 2018 dan hari ini. Selebihnya, rupiah keok.

Mata uang Garuda melemah 0,37% sebelum libur panjang Idul Fitri pada 19 April tahun ini. Pada tahun 2019, rupiah juga lebih sering melemah menjelang libur panjang seperti pada Mei dan Agustus 2019.

Rupiah bahkan pernah jeblok 0,58% jelang libur panjang natal Desember 2018 dan ambruk 0,43% menjelang libur panjang Juni 2018

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


FYI! Rupiah & Mayoritas Mata Uang Asia Kalahkan Dolar AS

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts