Rupiah & Ringgit Terpuruk di Tengah Pesta Pora Mata Uang Asia

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas mata uang utama Asia mengalami penguatan pada hari ini (7/7/2023). Di tengah menghijaunya mata uang Asia, rupiah malah terpuruk dan mencatat kinerja terburuk di Asia.

Read More

Pada hari terakhir pekan ini, rupiah ditutup di posisi Rp15.130 atau melemah 0,60% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 27 Maret 2023 atau lebih dari tiga bulan terakhir.

Pelemahan hari ini juga memperpanjang tren negatif mata uang Garuda. Pelemahan rupiah terjadi secara beruntun sejak Rabu (5/7/2023) dan dalam pekan ini, rupiah hanya menguat selama satu hari yakni pada Selasa (4/7/2023) sebesar 30 poin.

Kinerja rupiah dapat dikatakan terburuk jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya. Hal ini tak lepas dari penurunan cadangan devisa yang baru saja diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pada Jumat (7/7/2023) yakni menjadi sebesar US$137,5 miliar.
Pelemahan juga dialami ringgit Malaysia yang turun sebesar 0,06%.

Sebaliknya, baht Thailand menguat tipis sebesar 0,03% dan rupee India yang menguat sama dengan baht Thailand sebesar 0,03%

Selain itu, penguatan mata uang peso Filipina sebesar 0,12, lalu disusul oleh dolar Singapura 0,18%. Yen China menguat 0,3% dan won Korea Selatan menduduki puncak tertinggi dengan penguatan 0,31%.

 



Secara umum, mata uang Asia lainnya mengalami penguatan dengan indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang mengalami pelemahan. Indeks dolar melemah ke 103,08, setelah dalam beberapa hari nangkring di level 102.

elemahan rupiah dipicu oleh faktor domestik dan eksternal. Bekurangnya cadevmenjadi alasan pelemahan dari dalam negeri sementara ekspektasi kenaikan suku bunga di AS menjadi faktor penggoyang rupiah dari eksternal.

Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan pada Jumat (7/7/2023) bahwa cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2023 mengalami penurunan sebesar US$1,8 miliar dari posisi pada akhir Mei 2023 yakni sebesar US$139,3 miliar menjadi US$137,5 miliar.
Sebagai catatan, cadev juga ambles hampir US$ 5 miiar pada Mei tahun in

Salah satu sentimen negatif dari AS yakni cukup tingginya tenaga kerja AS yang disinyalir bahwa inflasi AS masih cukup kencang dalam beberapa waktu ke depan. Angka pekerjaan sektor swasta meningkat sebesar 497.000 pada Juni, menurut data dari perusahaan penggajian ADP. Angka ini menjadi kenaikan bulanan tertinggi sejak Juli 2022.

Tingginya data tenaga kerja maka Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) diproyeksi masih hawkish ke depan sehingga kenaikan suku bunga The Fed akan terealisasi.

Di tengah perkasanya mata uang Asia, hal lain yang perlu dicermati adalah data Non-Farm Payroll (NFP) yang akan dirilis pada Jumat (7/7/2023) pukul 19.30 WIB. Investor meramal angka NFP akan ‘lebih panas’ yang berujung pada posifitnya kampanye kenaikan suku bunga The Fed setelah sempat melakukan jeda pada pertemuan Juni 2023.

CNBCINDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


FYI! Rupiah & Mayoritas Mata Uang Asia Kalahkan Dolar AS

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts