Rupiah Terbang dan Akhiri ‘Kutukan’ Tiga Tahun

Jakarta. CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah sempat jatuh dalam pada semester I-2023. Namun, secara keseluruhan, mata uang Garuda mencatatkan kinerja cemerlang pada Januari-Juni tahun ini.

Read More

Merujuk pada data Refinitiv, rupiah ditutup pada posisi Rp 14.990/US$1 pada perdagangan terakhir semester ini, Selasa (27/6/2023). Artinya, rupiah menguat 3,84% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada semester I-2023.

Penguatan nilai tukar rupiah pada semester pertama tahun ini terbilang luar bisa mengingat rupiah lebih kerap tumbang pada paruh pertama dalam lima tahun terakhir.

Pada periode 2019-2023, hanya dua kali rupiah menguat pada semester I yakni pada 2019 dan tahun ini. Rupiah tumbang pada semester I 2020, 2021, dan 2022 atau tiga tahun terakhir.

Jika diurut ke belakang lagi maka rupiah melemah lima kali dan menguat lima kali juga dalam 10 tahun terakhir.

Pelemahan rupiah pada 2020 hingga 2022 sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian global mulai dari pandemi Covid-1, perang Rusia-Ukraina hingga puncaknya kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).



Salah satu yang membuat rupiah menguat tajam adalah derasnya capital inflow.
Merujuk data Bank Indonesia (BI), investor asung mencatatkan net buy sebesar Rp 94,68 triliun pada awal tahun ini hingga 26 Juni 2023.
Net buy pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 80,43 triliun sementara pada pasar saham tercatat 14,25 triliun.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan semester I-2022 di mana investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 111,12 triliun di pasar SN dan net buy di pasar saham sebesar Rp 61,82 triliun.



Rupiah mengawali tahun ini di posisi Rp 15.565 dan mata uang Garuda tetap bertahan di level psikologis Rp 15.000 hingga akhir Januari.

Rupiah menguat tajam pada akhir Januari dan sempat bergerak di bawah Rp 15.000.
Namun, krisis perbankan di AS pada Maret tahun ini. Mata uang Garuda resmi keluar dari zona psikologis Rp 15.000 pada awal April sejalan dengan terus melandainya inflasi AS serta sikap The Fed yang relatif lebih dovish.

Rupiah menguat tajam pada awal Juni setelah pelaku pasar meyakini The Fed menahan suku bunga acuan pada tengah Juni.
The Fed memang pada akhirnya menahan suku bunga di kisaran 5,0-5,25%. Namun, Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga ke depan.

Inilah yang membuat rupiah jeblok pada awal pekan ini. Pada Senin 926/6/2023), rupiah tutup melemah 0,13% di posisi Rp 15.010. Ini adalah kali pertama rupiah ditutup di bawah Rp 15.000 setelah 30 Maret tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bukan BI, Gerak Rupiah Masih Ditentukan AS & The Fed

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts