Rupiah Tetap Berjaya Meski Dikepung Ketidakpastian di Amerika

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah ketidakpastian kebijakan suku bunga di AS dan dirilisnya instrumen investasi baru Bank Indonesia.

Read More

Merujuk dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat 0,1% terhadap dolar AS di angka Rp15.270/US$ pada hari Selasa (29/8/2023). Dalam beberapa menit setelahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bahkan sempat menyentuh Rp15.260/US$. Alhasil, memperpanjang tren apresiasi dari hari sebelumnya yang juga menguat tipis 0,03%.



Pergerakan rupiah hari ini dibayangi ketidakpastian eksternal khususnya dari Amerika Serikat (AS).

Data penting dari AS yakni pembukaan lapangan kerja JOLTS yang akan mengukur berapa banyak lowongan pekerjaan yang terbuka pada periode akhir Juli 2023. Pasar berekspektasi jumlah lapangan kerja baru yang akan tercipta akan turun menjadi 9,465 juta, dari 9,58 juta pada Juni 2023.

Jika lapangan kerja yang tercipta lebih besar maka harapan pelaku pasar melihat Bank Sentral AS (The Fed) melunak bisa menjauh.

Investor juga mengamati indeks pengeluaran konsumsi pribadi AS yang akan dirilis pada Kamis (31/8/2023), diikuti oleh data penggajian non-pertanian baru serta angka pengangguran pada Jumat pagi (1/9/2023).

Ketua The Fed, Jerome Powell yakin akan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di AS, ketika ia menyebutkan belanja konsumen yang “sangat kuat” dan tanda-tanda awal pemulihan di pasar perumahan.

Dia menegaskan kembali komitmen The Fed untuk menurunkan inflasi kembali ke target 2%.

“Perekonomian mungkin tidak melambat seperti yang diharapkan. Sepanjang tahun ini, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) telah melampaui ekspektasi dan melampaui tren jangka panjang, dan data belanja konsumen baru-baru ini sangat kuat,” kata Powell.

Sebelumnya juga dalam Simposium Jackson Hole, Powell mengatakan The Fed siap menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk memerangi inflasi dengan hati-hati dan jika diperlukan.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch terbaru, 78% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan September. Sedangkan 22% memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunganya menjadi 5,50-5,75%.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan instrumen investasi baru untuk mempertahankan nilai tukar rupiah agar tetap stabil yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan instrumen ini disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki BI.

“BI punya SBN lebih dari Rp 1.000 triliun, kita sekuritisasi kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek sampai dengan 12 bulan. Yang mau kita terbitkan yang mana 6, 9 dan 12,” kata Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (24/8/2023)

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro berpandangan SRBI akan memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan, khususnya menjaga stabilitas rupiah. Sebelumnya Andry memperkirakan dolar AS bisa di bawah Rp15.000 hingga 2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts