Sederet Emiten Milik Konglomerat Pendukung Ganjar

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia telah memasuki gerbang tahun politik. Pesta demokrasi akan segera digelar melalui pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2024 mendatang. Masing-masing partai pendukung telah mengumumkan Calon Presiden beserta pendampingnya yang akan maju dalam pemerintahan baru mendatang.

Read More

Masing-masing capres dan cawapres didukung oleh tokoh-tokoh pengusaha yang terlihat dalam perhelatan pesa demokrasi ini. Misalnya saja, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dikelilingi sosok-sosok pengusaha diantaranya ada Harry Tanoesoedibjo, Sandiaga Uno, hingga Arsjad Rasjid.

Para konglomerat tersebut memiliki perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berikut kinerja sahamnya :

1. Emiten milik Harry Tanoesoedibjo

Dari 10 emiten grup MNC terpantau sudah merilis laporan keuangan kuartal kedua tahun ini, terpantau ada tiga emiten yang mencatatkan kinerja laba bersih yang positif sementara lainnya masih mengalami penyusutan.

Kinerja laba PT MNC Land Tbk (KPIG) tumbuh paling tinggi, berhasil turnaround dari rugi -Rp 39 miliar pada kuartal II-2022 menjadi untung Rp 67 miliar pada kuartal kedua tahun ini. Capain ini berhasil ditopang kenaikan pendapatan sebesar 53,90% secara tahunan (yoy) menjadi Rp383 miliar.

Posisi kedua disusul emiten perbankan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) dengan pendapatan tumbuh 23,10% yoy menjadi Rp278 miliar, sehingga laba bersih berhasil melesat 166% yoy menuju Rp27 miliar.

PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP) berada di urutan ketiga dengan laba bersih yang tumbuh 9,20% menjadi Rp24 miliar. Pertumbuhan laba yang positif ditopang kenaikan pendapatan sebesar 4,70% yoy menjadi Rp694 miliar.

Sementara tujuh emiten lain-nya milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo masih mengalami penyusutan kinerja laba bersih. PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) terpantau susut paling dalam dengan kerugian -Rp84 miliar, lebih tinggi dibandingkan kerugian kuartal tahun sebelumnya sebesar -Rp37 miliar.

2. Emiten Milik Sandiaga Uno

Emiten milik Sandiaga Uno PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatatkan rugi periode berjalan per September 2023 sebesar Rp10,6 triliun, berbalik arah dari tahun sebelumnya untung Rp7,15 triliun.

Rugi ini didapat dari kerugian neto atas investasi pada saham dan efek ekuitas lainnya sebesar Rp12,87 triliun. Kerugian membengkak dari periode sama tahun sebelumnya untung Rp7,58 triliun.

Meski begitu, SRTG mencatatkan investasi Net Asset Value (NAV) atau nilai investasi sebesar Rp49,8 triliun pada kuartal III/2023. Adapun arus kas dari dividennya sebesar Rp2,9 triliun per September 2023. Angka ini naik 35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Hingga kuartal III-2023 rasio biaya operasional tahunan terhadap NAV adalah sebesar 0,5% dan rasio pinjaman sebesar 0,3%, dibandingkan dengan 0,3% dan 0,9% di periode yang sama tahun lalu.

Pada periode ini perseroan juga berhasil menurunkan biaya bunga sebesar 52% year on year (yoy) berkat penurunan utang bersih. Saat ini posisi utang bersih Saratoga adalah sebesar Rp 166 miliar atau menurun hingga 72% yoy dari sebelumnya Rp 588 miliar.

Dari sisi permodalan, SRTG mencatatkan jumlah aset sebesar Rp50,71 triliun. Adapun ekuitas dan liabilitasnya berjumlah Rp48,31 triliun dan Rp2,4 triliun.

3. Emiten Milik Arsjad Rasjid

Emiten pertambangan PT Indika Energy Tbk (INDY) melaporkan penurunan laba tahun bersih yang diatribusikan kepada entitas induk sebesar 55,21% ke US$ 89,90 juta pada paruh pertama tahun 2023, berbanding US$ 200,55 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Merujuk pada laporan terbaru, laba bersih periode berjalan per Juni 2023 emiten milik taipan Agus Lasmono ini tercatat sebesar US$ 89,80 juta atau setara Rp 1,35 triliun (Rp15,119/US$). Sementara di tahun 2022, perseroan membukukan laba bersih sebesar US$ 200,55 juta.

Dari sisi top line, Perseroan membukukan pendapatan sebesar US$ 1,67 miliar. Angka ini lebih rendah 8,73% ketimbang 2022 sejumlah Rp1,83 miliar. Sedangkan beban pokok kontrak dan pendapatan ikut membengkak ke US$ 1,32 miliar dari sebelumnya US$ 1,27 miliar.

Menurunnya pendapatan INDY didorong dari pendapatan penjualan batu bara yang tercatat sebanyak US$ 1,37 miliar di semester 1 2023 ini. Pendapatan ini berkontribusi sebesar 82% dari total pendapatan INDY. Sisanya berasal dari perdagangan lainnya US$ 1,67 miliar dan kontrak jasa sebesar US$ 156,84 juta.

Posisi nilai aset perseroan pada pertengahan tahun ini tercatat sebesar US$ 3,06 miliar. Aset didominasi oleh aset tidak lancar sebesar US$ 1,64 miliar. Sisanya merupakan aset tidak lancar sebesar US$ 1,41 triliun.

Sementara posisi liabilitas INDY sebesar US$1,72 miliar, atau turun dibandingkan posisi akhir tahun 2022 sebesar US$2,25 miliar. Di sisi lain, posisi ekuitas perusahaan di paruh pertama tahun 2023 tercatat sebesar US$1,35 miliar, naik dibandingkan periode akhir Desember 2022 sebesar US$1,34 triliun.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Mahfud MD Makin Dekat Jadi Cawapres Ganjar, Segini Hartanya

(rob/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts