Sepekan Jeblok 12%, 2023 Gelap Bagi CPO?

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali mengalami koreksi pada perdagangan Rabu kemarin, merosot 131 poin atau 3,4%. Diketahui CPO sudah mengalami penurunan dalam sepekan, hingga 12% dari 4.265 ke 3.754 ringgit per ton.

Read More

Penurunan kinerja pada sektor komoditas minyak sawit terjadi di saat stagnannya produksi sawit. Di tengah stagnasi produksi minyak sawit, industri ini juga harus dihadapkan pada tantangan kemungkinan lonjakan produksi imbas program biodiesel 35% atau B35.

Penyebab stagnasi produksi lantaran peremajaan sawit yang cukup terlambat. Para petani swadaya maupun perusahaan perkebunan mengurangi penggunaan pupuk dan diyakini berdampak pada kinerja produksi tandan buah segar (TBS) sawit.

Diketahui, harga pupuk tengah mengalami lonjakan. Terlebih, komoditas sawit kini tak lagi mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi.

Konsumsi domestik minyak sawit sepanjang tahun 2022 mencapai 20,9 juta ton atau naik 13,82 persen dibandingkan 2021. Tercatat kebutuhan untuk pangan dalam negeri sebesar 2,1 juta ton atau naik 2,7 persen lalu oleokimia 2,1 juta ton meningkat 2,7 persen serta untuk biodiesel 30 persen (B30) sebesar 8,84 juta ton atau tumbuh 20,43 persen.

Sedangkan untuk ekspor, sepanjang tahun 2022, ekspor CPO hanya mencapai 30,8 juta ton atau telah mengalami penurunan 8,5 persen dari tahun sebelumnya. Ekspor tahun lalu yang turun utamanya disebabkan oleh kebijakan larangan ekspor oleh pemerintah sejak 28 April hingga 23 Mei 2022.

Lalu bagaimana dengan larangan ekspor minyak sawit oleh Eropa?

Uni Eropa sepakat melarang impor produk terkait deforestasi. Isu deforestasi memang sudah lama menjadi perdebatan. Pasalnya, dampak dari deforestasi ini tentunya tidak kecil. Mulai dari berkurangnya hutan primer (hutan yang belum pernah disentuh oleh manusia), punahnya spesies yang dilindungi dan keanekaragaman hayati, serta pemanasan global. Hal ini jelas mengkhawatirkan mengingat hutan merupakan salah satu paru-paru dunia.

Namun menurut Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam konferensi pers di Jakarta, “Pasar sawit itu akan tetap tumbuh karena ini kan basic need ya untuk makan, energi, industri. Jadi Indonesia ketakutan kehilangan Eropa? Tidak ya karena pasar yang lain akan terus tumbuh dengan baik.”

Joko juga menilai bahwa Eropa sebenarnya juga tidak ingin melarang sawit karena pada saat Indonesia melarang ekspor sawit pada 2022. Eropa juga kebingungan mencari negara pengekspor sawit akibat kebutuhan industri Eropa yang cukup tinggi.

“Buktinya pelarangan ekspor pun kebingungan dan ngejar-ngejar Presiden juga,” ucapnya.

“Indonesia seharusnya fokus untuk memperjuangkan sawit masuk dalam perdagangan global, di mana pun pasarnya. Pasalnya, kuota impor sawit dari negara-negara lain terus meningkat,” lanjutnya.

GAPKI mencatat 10 negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia berturut-turut yaitu China, India, Amerika Serikat, Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia.

CNBC Indonesia Research

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Cuma di Malaysia, ‘Kiamat’ Jadi Berkah! Ini Buktinya

(saw/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts