Simak! Ini Instrumen Investasi yang Cocok Buat Diversifikasi

Jakarta, CNBC Indonesia – Inflasi Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan tren penurunan seiring adanya stabilitas dalam harga-harga konsumen. Terakhir, inflasi AS pada April 2023 tercatat mencapai sebesar 4,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) atau terendah dalam 10 bulan terakhir, sejak mencapai 9,1% pada Juni 2022.

Read More

Bank sentral AS atau The Fed pun masih terpantau menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 5% menjadi 5,25% per Mei 2023 kemarin.

Keadaan global ini jelas membuat para investor perlu memiliki strategi untuk memiliki portofolio investasi tetap sehat dan kuat.

Direktur Wealth dan Personal Banking HSBC Indonesia Lanny Hendra mengatakan bahwa di tengah keadaan ekonomi global saat ini, dia tetap optimis bahwa iklim investasi di Indonesia akan tetap meningkat (bullish).

Meski demikian, Lanny menyarankan kepada para investor untuk tetap memperhatikan portofolio investasinya. Untuk konsumen retail disarankan selalu mengaplikasikan strategi diversifikasi investasi dan melakukan metode dollar cost averaging. Metode ini artinya melakukan investasi secara regular dengan jumlah uang yang sama, dalam jangka waktu tertentu.

Strategi ini akan membantu investor disiplin untuk membeli instrumen investasi yang lebih banyak pada waktu harga turun dan lebih sedikit pada waktu harga naik. Dia menilai metode ini dalam jangka panjang akan lebih manjur ketimbang hanya bersiasat berdasarkan pergerakan pasar.

“Bagi nasabah ritel hal itu merupakan prinsip yang fundamental menurut saya, karena kita tidak bisa selalu memantau market. Dengan menganut prinsip dollar cost averaging, di mana nasabah secara reguler terus berinvestasi tidak berpusat pada instrumen yang sedang naik atau turun, maka portofolio akan terdiversifikasi,” ujar Lanny eksklusif kepada CNBC Indonesia, saat ditemui di kantor HSBC Sudirman, Gedung WTC 3 Jakarta, Senin (12/6/2023).

Namun secara keseluruhan, untuk memilih instrumen investasi yang tepat, investor harus menyesuaikan profil masing-masing. Misalnya saja, untuk investor yang lebih agresif akan lebih memilih investasi berbasis saham. Menurut Lanny, instrumen yang tergolong lebih konservatif seperti obligasi juga cocok untuk menambah portofolio dalam diversifikasi investasi.

Banyaknya persentase atau dana yang ingin diinvestasikan juga bergantung pada kepentingan masing-masing investor. Tujuan finansial investor pun harus dianalisa agar dapat memilih instrumen yang sesuai.

“Tetapi kembali lagi pada profil setiap nasabah, karena nasabah yang konservatif bisa cenderung memilih obligasi,” jelas Lanny.

Instrumen obligasi yang bisa dilirik oleh investor seperti surat berharga negara (SBN) ritel dapat menjadi pilihan saat ini, dimana ORI (Obligasi Ritel Indonesia) seri terbaru yaitu ORI 23 akan segera launching.

“Saat ini semakin banyak orang yang semakin melek investasi dan tingkat literasi pun meningkat. Sehingga tipe nasabah yang baru memulai investasi mungkin bisa memulai dengan membeli SBN seperti contohnya ST (Sukuk Tabungan) dan ORI (Obligasi Ritel Indonesia) dulu, pelan- pelan secara bertahap nanti bisa lebih mendifersivikasi dengan pilihan yang lebih bervariasi,” imbuhnya.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Simple, Begini Cara Milih Saham Cuan Ala Lo Kheng Hong

(dpu/dpu)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts