Sulit Tendang Emiten Zombie, Bursa Mau Utak-atik Aturan Delisting


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia — Sebanyak 40 emiten masih mengantre dalam daftar potensi ditendang bursa alias delisting sepanjang 2023. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku kesulitan untuk mendepak para emiten tersebut karena tersendat aturan.

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan pihaknya tengah mengkaji terkait kemungkinan perubahan aturan di POJK Nomor 30/POJK.04/2017 tentang buyback saham.

Sebagaimana diketahui, pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 18 bulan setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sementara itu pada RPOJK, pelaksanaan wajib diselesaikan paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPS.

“Ada POJK yang menyampaikan bahwa kalau delisting, Pemegang Saham Pengendali (PSP) harus buyback saham yang dimiliki publik. Jadi pemegang saham diminta pertanggungjawaban untuk beli harga sebelum terakhir,” ungkap Iman dalam acara Media Briefing peluncuran A&M Distress Alert, pada Kamis, (18/1/2024).

Namun, pada kenyataan di lapangan, bursa melihat, banyak perusahaan berpotensi delisting yang pemegang sahamnya tidak bisa dilacak untuk diminta pertanggungjawaban.

“Ini yang masih kami review terhadap aturan bursanya, karena dari penelusuran kami, banyak perusahaan kami yang udah potensi delisting PSP-nya pun tidak jelas,” kata dia.

Iman mengaku pihaknya tengah mendiskusikan kemungkinan pelonggaran aturan delisting tersebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kita beri kesempatan suspensi selama 24 bulan dan itu setiap 6 bulan kita announce, memang saat ini, 2020 samai 2023 ada 9 perusahaan yang voluntary delisting, sejak 2019, yang terbaru Bentoel,” katanya.

Seperti diketahui, BEI dapat menghapus saham sebagai perusahaan tercatat jika mengalami kondisi, atau peristiwa tertentu. Di antaranya, secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Di antara sejumlah saham yang berpotensi delisting, ada emiten BUMN seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Cowell Development Tbk. (COWL) yang merupakan emiten pengelola Gedung Plaza Atrium Segitiga Senen, hingga emiten milik terpidana kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri Benny Tjokro PT Sinergi Megah Internusa Tbk. (NUSA) emiten.

Ada pula emiten berpotensi delisting yang saat ini bak ‘zombie’, misalnya PT Sugih Energy Tbk (SUGI). Potensi delisting perusahaan ini dibayangi dengan beberapa kasus yang mengikutinya.

Diketahui, Edward Soeryadjaya selaku pendiri pendiri Golden Hill Energy Fund dan Pendiri/Direktur Sunrise Assets Goup Ltd yang didirikan di British Virgin Islands (selaku pemegang saham mayoritas SUGI) ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka pada berbagai kasus korupsi.

Terbaru, Edward didakwa pada 26 September 2022 lalu dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode 2012-2019.

Berdasarkan keterbukaan informasi, seluruh jajaran direksi telah mengundurkan diri sebagai pengurus perseroan. Direksi sudah melakukan berbagai upaya untuk mengadakan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), namun perusahaan tidak lagi memiliki dana dan pemegang saham tidak mau menaruh dana di perusahaan.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Baru IPO Harga Merosot ke Rp35, Saham MSIE Dipelototi Bursa

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts