Terimakasih BI, Rupiah Bisa ‘Nanjak’ Pekan Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia – Kurs rupiah sukses menguat tipis di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di sepanjang perdagangan pekan ini, seiring dengan terkoreksinya indeks dolar AS di pasar spot. Apa pemicunya?

Read More

Berdasarkan data Refinitiv, dalam sepekan, Mata Uang Garuda berhasil terapresiasi sebesar 5 poin atau 0,03% terhadap si greenback.

Hal tersebut terjadi di tengah indeks dolar AS yang melemah di pasar spot. Di sepanjang pekan ini, indeks dolar AS terkoreksi 0,37% dan membuka ruang penguatan rupiah.

Kendati begitu, rupiah hanya mampu membukukan penguatan selama dua hari beruntun pekan ini, sebelum akhirnya terkoreksi pada perdagangan Jumat (23/12/2022) dan berakhir melemah 0,06% ke Rp 15.590/US$.



Penguatan rupiah di sepanjang pekan ini, tampaknya berasal dari keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps pada Kamis (22/12/2022). Sementara itu Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.

Keputusan tersebut sejalan dengan prediksi para pelaku pasar. Hasil survei Reuters menunjukkan BI juga akan mengendur dengan menaikkan 25 basis poin menjadi 5,5%. Konsensus yang dihimpun Trading Economics pun sama.

Konsensus yang dihimpun TIM Riset CNBC Indonesia juga menunjukkan suku bunga akan dikerek 25 basis poin. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 12 lembaga/institusi memperkirakan hal tersebut, sementara dua lainnya melihat suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin.

“Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagian langkah lanjutan untuk secara preventif forward looking memastikan penurunan ekspektasi sehingga inflasi inti terjaga,” kata Perry.

Kebijakan BI, kata Perry juga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, untuk mengendalikan inflasi impor dan mitigasi dampak perlambatan dari masih kuatnya dolar AS dan ketidakpastian pasar keuangan global.

“Kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas digitalisasi sistem pembayaran dan pendalaman pasar uang,” jelasnya.

Dengan kenaikan kali ini maka, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bps hanya dalam waktu lima bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November dan 25 bps pada Desember.

Tidak hanya itu, BI juga sudah menyiapkan ‘amunisi’ untuk menstabilkan rupiah melalui kebijakan devisa hasil ekspor (DHE), sehingga eksportir dapat menyimpan dolar di dalam negeri dan membuat nilai tukar rupiah stabil.

“Kami akan mengeluarkan instrumen yang baru di mana bank-bank bisa mem-pass onsimpanan DHE para eksportir. Jadi eksportir menyimpan dana di bank dan bank bisa meneruskan ke BI dengan mekanisme pasar dan suku bunga atau imbal hasil yang menarik,” ujar Perry.

Perry mengatakan imbal hasil yang didapat akan lebih menarik ketimbang di luar negeri, dan bank yang mem-pass onjuga akan mendapat insentif.

Perry mencontohkan jika rata-rata bunga deposit valas negara lain ada di angka 3,75% maka BI akan menawarkan bunga di kisaran 3,75-4,0% melalui lelang.

Penelusuran CNBC Indonesia menunjukkan rata-rata bunga deposito dolar Amerika Serikat (AS) di perbankan Singapura ada di kisaran 2,95-3,86% untuk tenor satu bulan. Sementara itu, untuk tenor 12 bulan bunga deposito menembus hingga 5,1%. Besaran bunga juga bervariasi tergantung nilai simpanan.

Jika kebijakan tersebut sukses, dan eksportir menahan valuta asing lebih lama di dalam negeri, pasokan dolar AS akan bertambah dan rupiah akan lebih stabil bahkan berpeluang menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Ambyar! Rupiah Pekan Ini Tunduk di Hadapan Dolar As

(aaf/aaf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts