Terkuak! Ini Alasan Djajadi Djaja Ogah Ungkit Soal Indomie

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia dulu sempat berada di masa ‘perseteruan’ antara dua raksasa produsen mie instan. Kisah ini bergulir sengit hingga salah satunya mengibarkan bendera putih.

Read More

Belakangan, nama Djajadi Djaja kembali muncul di permukaan setelah pihaknya menolak memberi keterangan sedikit pun terkait ramainya pemberitaan yang mengaitkan dirinya dengan produk mie instant kesayangan warga RI, Indomie. Padahal Djajadi dulunya bisa dibilang sebagai penemu brand mie instan terkenal seantero Indonesia tersebut.

Meski menggagas Indomie, saat ini Djajadi Djaja memilih untuk berjualan mi instan di bawah naungan PT Jakarana Tama. Mengutip situs resmi Gagafood.co.id, Djajadi masih tertera sebagai komisaris di perusahaan yang menjual produk Mie Gaga, Mie “100”, “1000”, Mie Gepeng, Mie Telor A1 tersebut.

“Djajadi Djaja dan PT Jakarana Tama tidak akan memberi tanggapan apapun sehubungan dengan berita yang telah tersebar,” kata Djajadi melalui keterangan resminya, dikutip Jumat, (25/8/2023).

Bila menilik lebih jauh, sikap Djajadi ini bukan tanpa alasan. Pada tahun 1999, ia sempat melayangkan gugatan kepada Indofood yang kini menguasai Indomie, namun berakhir dengan kekalahan di tahun 2005.

Lantas bagaimana kisah lengkap berakhirnya kekuasaan penemu Indomie di perusahaannya sendiri tersebut?

Setelah melalui beberapa polemik, pada 1984, Djajadi Djaja mempersilahkan Sudono Salim yang dulunya bertindak sebagai pemasok terigu untuk mienya masuk ke bisnis Indomie.

Keduanya pun membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna. Di perusahaan itu Djajadi punya 57,5 % saham dan Salim 42,5% saham. CEO-nya pun masih orang dekat Djajadi, yakni Hendy Rusli.

Mengutip paparan Richard Borsuk dan Nancy Chng, perlahan tapi pasti kontrol PT Indofood Interna bergeser dari Djajadi ke Salim Group hingga menguasai seluruh perusahaan. Pada titik ini, Djajadi terpaksa angkat kaki.

“Karena mereka bertikai sendiri dan akhirnya kami mendapatkan mayoritas… Ada lima atau enam orang dalam kemitraan mereka dan mereka tidak akur… Bola jatuh berserakan dan kami memungut keping-kepingannya,” tutur Anthony Salim saat ditanya Richard Borsuk soal perubahan kelola PT Indofood Interna.

Sejak itu, Salim menguasai Indomie dan memasukkannya ke dalam induk perusahaan PT Indofood Sukses Makmur pada 1994. Ketika itu terjadi tak ada perlawanan dari Djajadi. Dia diam seribu bahasa menyikapi peristiwa itu. Dan ini menjadi kewajaran sebab Salim dekat dengan Presiden Soeharto.

Barulah setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Djajadi mulai buka suara dan berani melawan balik Salim yang ketika itu bisnisnya ‘berdarah-darah’. Genderang perang pun dimulai.

Dalam laporan Wall Street Journal (2 Februari 1999), Djajadi mengaku terpaksa menjual perusahaannya beserta 11 mereknya, termasuk Indomie dan Chiki, kepada PT Indofood Interna Corp. dengan harga yang sangat murah pada tahun 1986. Seluruhnya dijual dengan harga hanya Rp 30.000.

“Pak Djajadi menuntut agar transaksi penjualan tersebut dibatalkan karena ia menuduh perjanjian jual belinya diambil dengan paksa. Dia bersikeras bahwa merek tersebut adalah miliknya secara pribadi dan tidak seharusnya dimasukkan sebagai aset Sanmaru. Jadi, meski Sanmaru sudah dijual, dia tetap menjadi pemilik sah merek tersebut, kata Pak Djajadi,” tutur kuasa hukum Djajadi kepada jurnalis Wall Street Journal.

Dalam momen ini pula, Djajadi berani melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 620 miliar kepada Indofood, Anthony Salim, Sudwikatmono, Ibrahim Risjad, dan Djuhar Sutanto. Meski begitu, PN Jakara Selatan menolak tuntutan ini.

Djajadi pun melakukan perlawanan ke tingkat pengadilan lebih tinggi hingga ke Mahkamah Agung dalam kurun waktu 7 tahun. Hingga akhirnya, pada 2005 Mahkamah Agung menolak tuntutan Djajadi dan menyatakan tidak ada masalah dari proses pengalihan bisnis itu. Sejak inilah, Djajadi resmi mengibarkan bendera putih.

Salim pun tetap memproduksi Indomie hingga benar-benar menjadi ‘raja’ mi. Sedangkan Djajadi tetap berbisnis di PT Wicaksana Overseas dan masih berjualan mi lewat PT Jakarana Tama yang menghasilkan merek Mie Gaga.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Menguak Nasib Kerajaan Bisnis Salim Setelah Berjaya 3 Dekade

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts