Terpuruk Empat Hari, Rupiah Bangkit Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah mengalami penguatan tipis pada pembukaan perdagangan Selasa (11/7/2023). Dilansir dari Refinitiv, mata uang Garuda menguat 0,07% ke angka Rp 15.180.

Read More

Penguatan pada opening session ini merupakan hal yang menarik setelah terjadinya pelemahan beruntun sejak 5 Juli 2023 atau dalam empat hari terakhir. Dalam empat hari tersebut, rupiah jeblok 1,32%.
Meskipun terdapat penguatan, namun berbagai sentimen negatif masih menghantui mata uang rupiah.


Beberapa faktor eksternal maupun internal mempengaruhi mata uang rupiah. Selaku Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto, mengatakan bahwa Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan masih naik dua kali lagi pada tahun ini.
Sikap hawkish bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) ini berdampak pada Indonesia yang cenderung memilih dovish dan berpotensi semakin kecilnya selisih suku bunga antara AS dan Indonesia.

Perkembangan di China juga memberi tekanan ke rupiah. Tiongkok merupakan pasar terbesar ekspor Indonesia dan negara kedua dengan perekonomian terbesar di dunia pun diketahui mengalami perlambatan dengan hasil inflasi (CPI) yang turun ke level nol pada bulan Juni 2023.

Pasar pun mengkhawatirkan terjadinya deflasi. Hal ini mengindikasikan loyonya pergerakan ekonomi di China dan akan berdampak pada nilai ekspor Indonesia terhadap negara tirai bambu ini.
“Hal tersebut mendorong pelaku pasar cenderung melakukan langkah risk off, di mana preferensi investor asing untuk memegang aset dalam dolar AS mengalami peningkatan,” jelas Edi kepada CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).

Preferensi tersebut tercermin dari banyaknya investor asing yang menarik diri dari pasar keuangan domestik, terutama di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Data Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan SBN oleh investor asing per Jumat (7/7/2023) tercatat Rp 843,09 triliun atau 15,38%.
Kepemilikan tersebut turun sekitar Rp 3,8 triliun jika dibandingkan per akhir Juni. Pada akhir Juni lalu, porsi kepemilikan asing pada SBN masih tercatat 15,51% atau Rp 846,89 triliun.

Sedangkan jika dilihat dari faktor internalnya, investor asing menarik diri dari pasar domestik.

“Di mana sebelumnya inflow asing di pasar SBN relatif lumayan besar, dengan adanya sentimen di atas, menyebabkan investor asing melakukan koreksi atau outflow agak besar dalam tiga sampai empat hari terakhir.  Sehingga menyebabkan rupiah melemah cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut,” tambah Edi.

Hal lainnya yang perlu dicermati yakni akan ada data ekonomi penting yakni inflasi AS. Data inflasi harga konsumen (consumer price index/CPI) akan dirilis pada Rabu (12/7/2023) dan inflasi harga produsen (producer price index/PPI) pada Kamis (13/7/2023).

Inflasi AS masih mencapai 4% (year on year/yoy) pada Mei 2023, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan target The Fed.
Jika inflasi masih kencang maka The Fed bisa semakin hawkish. Sebagai dampaknya maka dolar AS akan dicari dan menguat sementara rupiah terpuruk.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Jika RI “Jauhi” Dolar AS, Rupiah Hingga Pasar Saham Aman?

(mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts