penyebabsakit.com

Tetap Tegar! Rupiah Menanti BI Ikut Rombongan 50 Basis Poin

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah mencatat pelemah kurang dari 0,1% melawan dolar AS di Rp 15.595/US$ sepanjang pekan lalu. Tekanan bagi besar bagi pasar finansial datang dari eksternal, di mana beberapa bank sentral utama mengumumkan kenaikan suku bunga pada Kamis (15/12/2022).

Ada bank sentral AS (The Fed), Eropa (ECB), Inggris (BoE) dan Swiss (SNB) yang kompak menaikkan 50 basis poin.

The Fed tentunya menjadi yang paling berpengaruh. Sebagai bank sentral paling powerful di dunia, kebijakan moneter The Fed memicu volatilitas di pasar finansial.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

The Fed memang menaikkan suku bunga lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin 4 kali berturut-turut, tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% – 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.

Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.

Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat. Sentimen pelaku pasar pun memburuk, Wall Street (bursa saham AS) pun terus merosot setelah pengumuman tersebut. Rupiah yang merupakan aset emerging market menjadi tertekan.

Di pekan ini perhatian utama tertuju kepada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (22/12/2022). BI sebelumnya juga bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin sebanyak tiga kali menjadi 5,25%.

Langkah BI tersebut cukup ampuh untuk menarik dana investor asing masuk lagi ke pasar obligasi.

Jika BI kembali menaikkan 50 basis poin, sehingga suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 5,75%, ada peluang investor asing akan kembali memborong SBN, dan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar finansial RI.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), capital outflow di pasar SBN sempat lebih dari Rp 170 triliun.

Namun, belakangan kondisi membaik, sejak November hingga 9 Desember ada capital inflow sekitar Rp 43 triliun.

Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.

Jika capital inflow terus berlanjut, rupiah tentunya bisa lebih bertenaga dan berpeluang menguat.

Secara teknikal, rupiah kembali ke atas Rp 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.

Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga kembali ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50). Sehingga tekanan bagi Mata Uang Garuda kembali besar.

Indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun setelah mendekati wilayah jenuh beli (overbought).


Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di kisaran Rp 15.550/US$. Jika ditembus, rupiah berpeluang menguat menuju Rp 15.520/US$ – Rp 15.500/US$.

Ruang penguatan ke level kunci Rp 15.450/US$ akan terbuka di pekan ini jika rupiah mampu menembus konsisten ke bawah Rp 15.500/US$.

Sebaliknya resisten berada di kisaran Rp 15.620/US$ hingga Rp 15.640/US$ yang bisa menjadi penahan pelemahan rupiah. Namun jika ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.700/US$ atau lebih tinggi lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version