The Fed Bikin Dolar AS Jeblok, Rupiah Siap Jadi Juara Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kenaikan suku bunga 25 basis poin menjadi 4,5% – 4.75% pada Kamis (2/2/2023) dini hari tadi waktu Indonesia. Kenaikan tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar, dan membuat indeks dolar AS jeblok 0,86% 101,21 yang merupakan level terendah sejak April 2022.

Rupiah pun berpeluang menguat tajam pada hari ini, bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi yang terbaik di Asia. Sebab beberapa data ekonomi yang dirilis Rabu kemarin memberikan sentimen positif ke rupiah. 

Read More

Sementara itu pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers membuat indeks dolar AS jeblok.

“Kami saat ini bisa mengatakan saya pikir untuk pertama kalinya proses disinflasi sudah dimulai,” kata Powell.

Artinya, inflasi di Amerika Serikat sudah mencapai puncaknya, dan sedang memulai periode penurunan. Ini berarti tekanan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih agresif lagi semakin berkurang, pelambatan ekonomi Amerika Serikat juga bisa dijaga tidak terlalu dalam, yang tentunya berdampak positif bagi dunia.

Meski demikian, Powell menegaskan saat ini masih terlalu prematur mendeklarasikan kemenangan melawan inflasi.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih jauh di bawah Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.

Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Penguatan rupiah sebelumnya terakselerasi setelah menembus Rp 15.450/US$, yang merupakan Fib. Retracement 38,2%.

Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 dan 200 yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.

Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.

Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.


Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.

Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Kamis (12/1/2023) hingga Selasa (24/1/2023) lalu membuat rupiah berkali-kali membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.

Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.

Selain itu, pergerakan rupiah Kamis (26/1/2023) membentuk pola Doji memberikan sinyal netral. Artinya, pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah, apakah lanjut menguat atau balik melemah.

Mengingat Doji muncul saat rupiah berada di posisi terkuat 3 bulan, ada risiko koreksi menjadi lebih besar.

Rupiah saat ini berada di dekat Rp 15.000/US$. Mata Uang Garuda berisiko melemah lebih jauh di pekan ini jika menembus dan bergerak konsisten di atas level psikologis tersebut.

Sementara support terdekat berada di Rp 14.960/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.930/US$ – Rp 14.900/US$.

Untuk menguat lebih jauh rupiah perlu kembali menembus konsisten ke bawah level Rp 14.900/US$, dengan target ke Rp 14.730/US$ yang merupakan FIb. Retracement 61,8%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts