Transaksi Relatif Sepi, IHSG Ditutup di Zona Merah Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia – Hingga penutupan perdagangan hari ini berakhir, Selasa (20/6/23) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terparkir di zona merah. IHSG sesi II ditutup merosot 0,38% menjadi 6.660,45.

Read More

Koreksi hari ini memperpanjang tren pelemahan IHSG yang telah terjadi selama tiga hari beruntun. Dengan demikian dalam lima hari perdagangan, IHSG terkoreksi 0,87%. Lebih lanjut, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 2,78%.

Transaksi hari ini relatif sepi, melibatkan sekitar 16 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp. 8,2 triliun lebih. Hingga sore ini terdapat 338 saham yang melemah, 213 saham tidak bergerak dan hanya 197 saham yang menguat.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, mayoritas sektor melemah dengan sektor Konsumen primer menjadi yang paling merugikan indeks turun 1,4% disusul sektor Barang pokok melandai 1,3%.

Adapun lima saham dengan kapitalisasi raksasa yang menjadi pemberat IHSG berdasarkan bobot indeks ponnya adalah sebagai berikut:

1. PT Astra International Tbk (-3,5)

2. PT Merdeka Copper Gold Tbk (-3,44)

3. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (-2,77)

4. PT Bayan Resources Tbk (-2,4)

5. PT Bank Mandiri Tbk (-2,35)

Adapun IHSG kembali terkoreksi di tengah potensi melambatnya perekonomian China. Pada hari ini saja, bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) memutuskan untuk memangkas suku bunga pinjaman acuannya.

Suku bunga pinjaman tenor 1 tahun dipangkas menjadi 3,55%, dari sebelumnya 3,65%. Sedangkan suku bunga pinjaman tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,2%, dari sebelumnya sebesar 4,3%.

Hal ini tentunya sudah sesuai dengan prediksi pasar di mana bank sentral Negeri Panda bakal memangkas kembali suku bunga acuan.

Sebelumnya pada pekan lalu, PBoC juga telah memangkas suku bunga seven day reverse repo sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.

Penurunan suku bunga tersebut membuat PBoC menambah likuiditas sebesar dua miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian.

Langkah mengejutkan tersebut sekaligus membuktikan perekonomian China sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, ke depannya suku bunga acuan jangka menengah diperkirakan akan kembali dipangkas.

Banyak yang melihat China tidak bisa lagi mencapai pertumbuhan ekonomi dobel digit, bahkan rata-rata jangka panjang diperkirakan hanya 4%.

Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF), Kristalina Georgieva pada akhir Maret lalu bahkan mendesak agar China segera melakukan penyeimbangan ekonomi, dari pertumbuhan yang ditopang oleh investasi ke konsumsi domestik.

Dalam pidatonya di China Development Forum Minggu (26/3/2023) di Beijing, Georgieva menyebut pertumbuhan yang ditopang konsumsi akan lebih tahan lama, tidak terlalu bergantung dengan utang, dan membantu mengatasi perubahan iklim.

Bukti masalah yang ditimbulkan dari pertumbuhan yang ditopang investasi kini sudah terlihat di China, utang pemerintah daerah (Pemda) dikabarkan menembus US$ 15,3 triliun atau hampir Rp 230.000 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Bahkan, menurut estimasi Goldman Sachs nilainya mencapai US$ 23 triliun.

Kemudian sektor manufaktur China mengalami kontraksi yang cukup dalam. Artinya pabrik-pabrik mengalami penurunan aktivitas, misalnya produksi menurun. Dampaknya ke tenaga kerja, bukannya merekrut malah bisa jadi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Dengan adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi sentimen pasar, terutama di China, pelaku pasar di IHSG cenderung wait and see hingga perdagangan hari ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


IHSG Ditutup Naik Tipis 0,01% Hari Ini

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts