Tunggu Kepastian The Fed, Wall Street Tak Banyak Gerak

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street belum banyak bergerak pada awal perdagangan Senin (23/1/2022) waktu setempat. Pasar masih menanti keputusan resmi bank sentral AS (The Fed) apakah kembali mengendurkan laju kenaikan suku bunganya atau tidak pada pekan depan.

Read More

Indeks Dow Jones stagnan, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 0,08% dan 0,26%. 

Seperti diketahui, pasar kini melihat The Fed akan mengendurkan kenaikan suku bunganya setelah melihat inflasi yang terus mengalami penurunan.

“Investor semakin percaya inflasi akan terus menurun, dan mereka kini melihat periode kenaikan suku bunga akan segera dihentikan, dan ada potensi pemangkasan. Tetapi, investor saat ini sudah memperhitungkan kabar baik soal inflasi, risikonya jika inflasi lebih persisten, maka kita akan kembali melihat penurunan bursa saham seperti yang terjadi pada musim panas lalu,” kata analis dari Deutche Bank, Henry Allen, sebagaimana dilansir CNBC International.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS pada Desember 2022 dilaporkan tumbuh 6,5% year-on-year (yoy), jauh lebih rendah dari sebelumnya 7,1%. CPI tersebut juga menjadi yang terendah sejak Oktober 2021.

CPI inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan juga turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 6%, dan berada di level terendah sejak Desember 2021.

Pasar kini melihat The Fed akan kembali menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Februari nanti, dan sekali lagi dengan besaran yang sama sebulan berselang. Sebabnya, inflasi yang terus menurun.

Ekspektasi tersebut lebih rendah dari proyeksi The Fed sebesar 75 basis poin, hingga menjadi 5% – 5,75%.

Akhir pekan lalu, salah satu pejabat elit The Fed, ChristopherWaller juga sudah menyatakan dukungannya terhadap kenaikan 25 basis poin pada pertemuan berikutnya minggu depan.

The Fed kini dalam periode blackout, artinya tidak akan ada kometar-komentar mengenai kebijakan moneter hingga pengumuman nanti pada 1 Februari atau 2 Februari dini haru waktu Indonesia.

Sementara itu kabar baik datang dari Eropa. Survei terbaru menunjukkan Eropa bisa menghindari resesi di tahun ini. Semua berkat penurunan harga energi serta pembukaan kembali perekonomian China.

Survei yang dilakukan oleh Consensus Economics menunjukkan Eropa diperkirakan akan mampu mencatat pertumbuhan 0,1% pada tahun ini.

Anna Titareva, ekonom di USB sebagaimana dikutip Financial Times Minggu (22/1/2022) mengatakan saat ini risiko resesi Eropa kurang dari 30%, jauh lebih rendah dari proyeksi yang diberikan tahun lalu hingga 90%.

“Meredanya disrupsi supply, pasar tenaga kerja yang kuat dan simpanan yang lebih banyak membuat ekonomi zona euro resilien. Eropa juga sukses memenuhu pasokan gasnya dalam beberapa bulan terakhir,” kata Titavera.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Wall Street Futures Jeblok Lagi, Analis Tak Heran!

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts