penyebabsakit.com

Tunggu Tuah January Effect, 5 Saham ini Tawarkan Potensi Cuan

Jakarta, CNBC Indonesia – Januari 2023 telah tiba. Kental dengan fenomena January Effect, investor bisa menengok sejumlah saham blue chip yang doyan menghijau di bulan ini. Saham apa saja?

Secara sederhana, January Effect merupakan istilah yang merujuk pada kecenderungan pasar saham akan naik selama Januari. Fenomena musiman ini pertama kali diamati oleh bankir investasi Sidney B. Wachtel pada 1942.

Umumnya, para analis saham menganggap reli Januari disebabkan karena kembalinya para investor memborong saham usai ‘bersih-bersih’ portofolio pada akhir tahun sebelumnya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Penjelasan lainnya, investor menggunakan bonus dan kas yang menumpuk di akhir tahun untuk masuk lagi ke market pada Januari.

Secara historis, menurut data 10 tahun terakhir (2013-2022), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menghijau selama Januari dengan kenaikan rerata 1,07% dan kemungkinan menghijau sebesar 64%.

Dalam periode tersebut, kenaikan terbesar IHSG selama Januari terjadi pada 2019, yakni sebesar 5,46%. Sedangkan, penurunan terbesar selama Januari pada 2020 (-5,71%). (Lihat tabel di bawah ini).

Kinerja IHSG selama Januari pada 2013-2022













Tahun

Return IHSG di Januari (%)

2022

0,75

2021

-1,95

2020

-5,71

2019

5,46

2018

3,93

2017

-0,05

2016

0,48

2015

1,19

2014

3,38

2013

3,17

Rata-rata

1,07

Bagi investor yang hendak memanfaatkan momen January Effect di bursa RI, ada baiknya melihat kinerja saham-saham blue chip yang terdaftar di indeks IDX30.

IDX30 mengukur kinerja harga dari 30 saham yang punya likuiditas tinggi dan kapitalisasi jumbo serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.

Dari 30 saham emiten besar di IDX30, tercatat setidaknya 5 saham yang memiliki kecenderungan menguat selama Januari yang lebih tinggi di antara lainnya.

Kelimanya adalah emiten perunggasan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), duo bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Kemudian, emiten Grup Salim PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan emiten milik taipan Prajogo Pangestu PT Barito Pacific Tbk (BRPT).

CPIN menjadi saham penghuni IDX30 dengan probabilitas kenaikan tertinggi, yakni mencapai 82% dalam periode 2013-2022. Rerata kenaikannya pun cukup tinggi, mencapai 6,91%.

Selama periode tersebut, CPIN hanya memerah sekali, yakni selama Januari 2021 (-11,88%). Sisanya, CPIN sukses menguat.

Sebagai gambaran kinerja historis, selama tahun lalu, CPIN turun 5%.

Di bawah CPIN, ada duo bank raksasa pelat merah, BBRI dan BMRI, yang sama-sama menorehkan probabilitas kenaikan 73% selama Januari.

Soal rerata kenaikan, BBRI lebih unggul (3,23%) dibandingkan BMRI (3,23%).

Setelah loyo selama Desember 2022, pasar akan kembali menunggu gairah pergerakan kedua bank kakap penopang IHSG tersebut selama Januari ini.

Melirik ke sektor consumer goods, saham produsen mie instan ICBP juga punya data historis yang terbilang positif selama Januari. Probabilitas kenaikan saham ICBP 64% dengan rerata penguatan 2,25% dalam 10 tahun belakangan.

Tumbuh 15 persenan selama 2022, dengan posisi pangsa pasar dan fundamental yang masih kokoh, saham ICBP masih menawarkan potensi menarik ke depan untuk para investor.

Terakhir, BRPT yang, kendati memiliki probabilitas penguatan tidak setinggi lainnya (55%), tetap bisa disimak. Sementara, rerata kenaikan musiman BRPT selama Januari 6,43%.

Catatan kecil, BRPT masih dalam tren penurunan setelah sempat menembus Rp1.055/saham pada Agustus tahun lalu. Per 2 Januari 2023, saham BRPT diperdagangkan di harga Rp760/saham.

Selama tahun lalu, saham emiten induk perusahaan petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) ini anjlok 13%.



Singkatnya, data historis di atas beserta kinerja saham-saham blue chip di atas bisa menjadi referensi kecil bagi investor yang hendak berinvestasi di awal tahun baru ini.

Namun, perlu juga diingat, investor tetap perlu mewaspadai iklim perekonomian global yang sedang dilanda ketidakpastian-kenaikan suku bunga hingga kecamuk perang-seperti saat ini dan selalu mengingat kinerja masa lampau tidak selalu bisa digunakan untuk memprediksi masa depan.

Sanggahan : Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri Anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggungjawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


PHP di Sesi Pertama, Akankah IHSG Patah Hati di Sesi Dua?

(trp/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version