Wall Street Menghijau Lagi, Bakal Happy Weekend?


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kembali dibuka di zona penguatan pada perdagangan Jumat (12/1/2024), di tengah sikap investor yang akan memantau rilis kinerja keuangan perusahaan bank raksasa AS pada akhir 2023.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka naik tipis 0,08% ke posisi 37.741,32, S&P 500 bertambah 0,29% ke 4.794,16, dan Nasdaq Composite menguat 0,22% menjadi 15.003,31.

Investor akan memantau rilis kinerja keuangan perusahaan bank raksasa AS pada akhir 2023. Namun sayangnya, beberapa perusahaan melaporkan kinerja tahunannya di 2023 yang cukup mengecewakan.

Saham Bank of America (BoA) ambles 2%, setelah membukukan penurunan laba kuartal keempat 2023. Sedangkan saham Wells Fargo merosot lebih dari 2%, meskipun membukukan laba lebih tinggi untuk periode kuartal IV-2023.

Sementara untuk saham Citigroup berhasil melesat 1,5%, meskipun membukukan kerugian di kuartal IV-2023 sebesar US$ 1,8 miliar. Adapun saham JPMorgan Chase melonjak lebih dari 2%, setelah bank tersebut mengatakan pendapatannya turun 15% dari tahun sebelumnya.

Di lain sisi, investor masih menimbang dampak dari naiknya kembali inflasi konsumen (consumer price index/CPI) AS periode Desember 2023.

Semalam, CPI AS pada akhir 2023 naik menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023. Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam pada Desember 2023 juga naik menjadi 0,3%, dari sebelumnya sebesar 0,1% pada November 2023.

Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan CPI AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy) dan 0,2% (mtm).

Namun untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif juga cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.

Kenaikan CPI AS terjadi karena adanya seasonality natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.

Pada hari ini, giliran data inflasi produsen (producer price index/PPI) periode Desember 2023 yang dirilis. Hasilnya menunjukkan bahwa PPI Negeri Paman Sam pada akhir 2023 juga naik menjadi 1% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 0,8%.

Secara bulanan, PPI AS pada akhir 2023 tidak banyak berubah alias mengalami deflasi sebesar 0,1%.

Angka inflasi terbaru AS kemungkinan akan membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) lebih berhati-hati dalam menyatakan kemenangan dalam perjuangan melawan inflasi, karena hingga saat ini inflasi AS masih belum mendekati target yang ditetapkan di 2%.

Pada bulan lalu, The Fed menyatakan kemungkinan telah selesai menaikkan suku bunga, sehingga memicu perdebatan mengenai kapan mereka akan mulai menurunkan suku bunga acuannya.

Ekspektasi pasar terkait The Fed yang akan mulai menurunkan suku bunga pada Maret mendatang kembali naik, meski masih lebih rendah dari perkiraan pasar pekan lalu.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch menunjukkan peluang The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) naik menjadi 77,7%, masih lebih rendah dari peluang sebesar 79% pada pekan lalu.

Di lain sisi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali melandai pada hari ini. Yield US Treasury tenor 10 tahun yang merupakan benckmark Treasury AS melandai 4,5 bp menjadi 3,93%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Wall Street Dibuka Lesu Lagi, Reli Sudah Berakhir?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts