Wamendag Sebut Sosial Media Bukan e-Commerce

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2023 yang merupakan revisi Permendag nomor 50 tahun 2023 untuk mengatur platform sosial media yang merangkap e-commerce.

Read More

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyebut platform TikTok tidak menjalankan fungsinya dengan baik sebagaimana semestinya platform sosial media. 

“TikTok itu kan mengklaim dirinya sosial media. Nah, sosial media itu tidak bisa berjualan, sosial media itu fungsinya sebagai sosial media. Kenapa saya katakan begitu, karena ada peraturannya ada di Kominfo dan Kemendag,” ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (25/9/2023).

Jerry menjelaskan, dalam revisi Permendag 50/2023, pemerintah akan mengatur platform sejenis. Saat ini aturan tersebut sedang dalam proses finalisasi.

“Saya tidak menyebutkan kapan, segera sedang kita rampungkan, dan nanti akan ada pemisahan yang jelas antara sosial media, e-commerce, dan social commerce,” sebutnya.

Dengan demikian TikTok akan masuk ke dalam kategori social commerce. “Kenapa? Karena dia sebagai social commerce dia selain sebagai sosial media dia jualan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan revisi Pemendag 50 Tahun 2020 akan ditandatangani sore ini. Regulasi tersebut akan menentukan aturan main e-commerce di Indonesia.

Salah satunya terkait impor produk asing yang heboh beberapa saat lalu, lantaran dinilai ‘membunuh’ UMKM lokal. Banyak barang China yang dijajakan di platform e-commerce dengan biaya sangat murah dan menciptakan persaingan tak sehat.

“Positive list barang dari luar itu, harus sama perlakuannya dengan barang dari dalam negeri. Kalau makanan harus ada sertifikat halal. Kalau produk kecantikan harus ada izin BPOM. Kalau produk elektronik harus sesuai standar,” kata menteri yang kerap disapa Zulhas, usai rapat terbatas (ratas) di Istana Negara, Senin (25/9/2023).

Lebih lanjut, Zulhas mengatakan ada beberapa produk yang masuk ke negative list atau barang tidak kena pajak. Dalam hal ini, ada beberapa barang yang diimbau untuk tak diimpor dari luar negeri. “Misalnya batik, buatan Indonesia. Di sini banyak kok masa harus impor. Kira-kira begitu,” kata dia.

Selain mengatur soal daftar barang kena pajak dan tak kena pajak, revisi Permendag 50 tahun 2020 juga akan menetapkan pagu barang impor. “Yang terakhir, kalau impor, kita satu transaksi minimal US$ 100 (sekitar Rp 1,5 juta),” katanya.

Zulhas mengatakan ketentuan itu sudah diputuskan dan akan ditandatangani hari ini menjadi Permendag Tahun 2023. “Kalau ada melanggar, seminggu ini tentu surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan. Setelah diperingatkan akan ditutup,” kata Zulhas.

[Gambas:Video CNBC]

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts