3 Tambang Australia Tutup, Bos Prancis Akui Keperkasaan Nikel RI


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemasok nikel asal Indonesia yang berbiaya rendah akan menyingkirkan pesaingnya dalam beberapa tahun ke depan. Kepala perusahaan tambang Perancis Eramet, Christel Bories, mengatakan hal itu akan mengukuhkan Indonesia sebagai produsen logam baterai mobil listrik yang dominan di dunia.

Mengutip Financial Times, Bories mengatakan Indonesia mungkin akan menghasilkan lebih dari tiga perempat nikel murni kelas tertinggi di dunia dalam lima tahun dari sekarang. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi radikal bagi para pesaingnya di negara lain.

“Ini benar-benar membuat sebagian besar pemain tradisional lama secara struktural tidak kompetitif di masa depan,” kata Bories kepada Financial Times, dikutip Senin (26/2/2024).

“Bagian dari industri [nikel di negara lain] akan hilang atau disubsidi oleh pemerintah.”

Dia menambahkan tambang yang tidak kompetitif di tempat lain akan ditutup. Bories merasa tidak yakin akan ada banyak pemerintah yang memutuskan untuk mensubsidi produksi besar dengan biaya besar hanya untuk berkompetisi dengan produksi nikel Indonesia.

Adapun pergeseran besar di pasar dan anjloknya harga nikel telah berdampak pada perusahaan pertambangan seperti BHP, IGO, dan First Quantum. Ketiganya telah memangkas produksi dan menutup tambang di Australia Barat.

Eramet sendiri ikut diuntungkan dan terdampak secara bersamaan. Perusahaan asal Prancis tersebut beroperasi di Teluk Weda di Indonesia yang merupakan tambang nikel terbesar di dunia, dan juga memiliki situs tambang di Kaledonia Baru melalui anak perusahaannya Société Le Nickel (SLN).

Komentar Bories ini dilontarkan ketika Eramet berselisih dengan pemerintah Perancis yang merupakan pemegang 27% sahamnya, mengenai solusi fasilitas nikel SLN yang merugi. Namun, Eramet menolak untuk mendanai lebih lanjut.

Bories mengatakan pihaknya hampir menemukan cara untuk mengatur ulang pinjaman yang ditawarkan Paris kepada SLN, lantas tidak lagi mempengaruhi rasio utang Eramet baik melalui metode konsolidasi atau pinjaman kuasi-ekuitas yang berbeda.

Saat ini, krisis pasar nikel sudah semakin parah sehingga perusahaan tambang Swiss, Glencore mengumumkan rencana untuk menjual saham proyek Koniambo di Kaledonia Baru. Sebab, perusahaan setelah mengalami kerugian atas aset tersebut selama lebih dari satu dekade.

Sementara itu, perusahaan perdagangan komoditas Trafigura juga sedang bernegosiasi dengan pemerintah Prancis mengenai Prony Resources, produsen nikel terbesar ketiga di wilayah tersebut.

Bories mengatakan Eramet akan terus mengoperasikan tambangnya untuk saat ini tetapi “tidak akan” mempertimbangkan investasi nikel lainnya di Kaledonia Baru, termasuk menyelamatkan Koniambo.

Harga nikel telah anjlok lebih dari 30% menjadi US$ 17.462 per ton pada tahun lalu setelah dua tahun kenaikan harga. Hanya sedikit yang yakin bahwa kelebihan pasokan akan hilang dalam waktu dekat karena perusahaan-perusahaan Tiongkok terus menanamkan investasi pada sumber daya alam di Indonesia.

“Ada tantangan struktural yang serius akibat nikel Indonesia,” kata Duncan Wanblad, CEO Anglo American, yang memiliki tambang nikel di Brasil.

“Hal ini tentunya memberikan tekanan biaya pada sebagian besar bisnis feronikel lain yang ada di dunia saat ini.”

Pekan lalu, Eramet melaporkan penurunan laba bersih sebesar 85% pada tahun 2023 menjadi €109 juta, termasuk penurunan nilai sebesar €218 juta pada SLN.

Di Kaledonia Baru, pemerintahan Emmanuel Macron punya alasan untuk mencoba menyelamatkan industri ini. Perancis berupaya mengurangi ketergantungan industri mobilnya pada Indonesia dan Tiongkok untuk materi strategis dan menghindari kerusuhan di wilayah yang menuntut kemerdekaan.

Namun pemerintah Prancis juga berada di bawah tekanan untuk melakukan pemotongan belanja dan mengesampingkan pemberian dana tunai jika perusahaan sendiri tidak mengambil peran.

Bories menganjurkan agar Kaledonia Baru mulai bersiap menghadapi menyusutnya industri nikel dengan mengembangkan lapangan kerja di bidang pariwisata dan pertanian.

“Jujur saja, mereka terlalu bergantung pada nikel di masa lalu karena ini adalah cara mudah untuk mendapatkan uang,” katanya.

Ia menambahkan bahwa wilayah tersebut bisa menjadi wilayah “pertambangan murni”, dengan menutup pabrik peleburan yang menghasilkan banyak uang, tetapi tetap membiarkan tambang yang menghasilkan keuntungan untuk tetap terbuka.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Proyeksi Harga Komoditas 2024, Bakal Amblas Atau Terbang?

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts