Belajar dari Gudang Garam, Selisih Paham Bisa Bikin Tajir

Jakarta, CNBC Indonesia – Keinginan Sang Ayah untuk mengadu nasib di negeri orang membuat Tjoa Jien Hwie (3 tahun) sampai di Hindia Belanda pertama kalinya. Keluarganya tinggal di Sampang, Madura dan mendirikan toko kelontong untuk bertahan hidup. Namun, di sana ia tidak lama. Ayahnya meninggal dan memaksanya pindah ke Kediri untuk tinggal bersama pamannya.

Read More

Dalam catatan Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong and Salim Group (2016), pamannya adalah produsen kretek bermerek cap 93. Tjoa kemudian bekerja di sana sekitar tahun 1950.

Menurut Lika Liku Bisnis Gudang Garam (2020) terbitan Tempo, sejak Tjoa bekerja di 93 penjualan rokok berkembang pesat. Selama itu pula, Tjoa diketahui mengambil ilmu pamannya itu dalam menghasilkan kretek yang bisa memanjakan lidah penghisap. 

Enam tahun kemudian, terjadi pertengkaran antara Tjoa dan Sang Paman. Ada dua versi cerita. Pertama, karena pamannya tidak setuju dengan usul Tjoa untuk melakukan ekspansi. Kedua, pertengkaran terjadi akibat Tjoa menuntut pembagian saham perusahaan.

Entah mana yang benar, pastinya pada 1956, Tjoa resmi keluar dan diikuti oleh 50 pegawai Cap 93 yang dikenal setia kepada Tjoa. Setelahnya, dia yang dibantu pengikutnya dari Cap 93 itu mulai memproduksi rokok sendiri dalam skala rumahan. Mereknya adalah Inghwe. Untuk memasarkannya, Tjoa membajak jalur distribusi rokok cap 93.

Lewat langkah cerdik ini bisnisnya semakin besar hingga membuatnya mendirikan Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Perusahaan itu berdiri pada 26 Juni 1958, atau 65 tahun lalu. 

Lewat Gudang Garam, Tjoa memproduksi rokok pertamanya, yakni “Gudang Garam Kuning”. Dan logo perusahannya adalah gambar gudang, yang dibuat Tjoa bersama seorang karyawan.

Menariknya, inspirasi gambar berasal dari Tjoa yang bermimpi sedang memandangi gudang tempat menimbun garam. Seingat Tjoa, gudang itu berada di depan rel kereta, beratap segitiga dan memiliki pintu yang terbuka. Alhasil, ilustrasi penggambaran itulah yang kemudian jadi logo Gudang Garam. 

Siapa sangka logo itu kemudian yang membawa perusahaan Tjoa mendunia. Mengutip buku terbitan Tempo itu, logo Gudang Garam sangat terkenal di Jepang. 

Sejak berdiri, Gudang Garam kenyataannya mampu menyaingi rokok cap 93. Raditya dalam Perkembangan Industri Rokok PT. Gudang Garam (2019) menyebut, saat tampil pertama sebagai pabrik, Gudang Garam  telah melakukan pergerakan dengan cepat hingga mampu memproduksi 50 juta batang yang mempekerjakan 500-an buruh di 40 pabrik kecil.

Puncak kejayaan Gudang Garam terjadi pada 1960-an. Joe Studwell dalam Asian Godfathers Menguak Takbir Perselingkuhan Pengusaha dan Penguasa (2017:319) menyebut produk Gudang Garam termasuk rokok kretek terbesar di Indonesia.

Selain kreteknya, rokok filter Gudang Garam juga laris di pasaran. Rokok filter terkenalnya adalah Surya. Nama itu mirip dengan nama Indonesia Tjoa Jien Hwie yakni Surya Wonowidjojo. Sang pendiri tutup usia pada 29 Agustus 1985 dan kemudian bisnisnya dipegang oleh keturunannya, Susilo Wonowidjojo.

Gudang Garam termasuk rokok yang menyumbang cukai rokok bagi kas negara. Bisnis rokok Gudang Garam masih eksis dan setidaknya pernah mempekerjakan ribuan orang di Kediri. Kini Wonowidjojo termasuk dalam barisan keluarga terkaya Indonesia.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Pemilik Gudang Garam Dituntut Rp 1 T Gara-gara ‘Rambut Palsu”

(mfa/mfa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts