Breaking! Rupiah Terendah dalam 6 Hari, DolarTembus Rp1500

Jakarta, CNBC Indonesia – Tak kuasa melawan dolar Amerika Serikat (AS), rupiah ditutup di zona negatif. Ambruknya rupiah disebabkan inflasi Jepang yang naik dan klaim pengangguran AS yang masih panas.

Read More

Berdasarkan data dari Rupiah melemah 0,23% terhadap dolar AS ke posisi Rp 15.020/US$1. Posisi penutupan hari ini adalah yang terendah dalam enam hari terakhir.
Dalam empat hari terakhir, ini juga menjadi pertama kali di mana rupiah ditutup di bawah Rp 15.000/US$1. 
Dalam sepekan, Rupiah melemah 0,43%. 

Faktor eksternal menjadi penyebab utama melemahnya nilai mata uang Garuda di tengah derasnya dana asing ke dalam negeri. Rupiah juga tetap melemah meskipun aliran modal asing tetap kencang melalui investasi langsung.

Foreign Direct Investment atau Penanaman Modal Asing yang baru saja dirilis naik 14,2% (year on year/yoy) menjadi Rp 186,3 triliun pada kuartal II-2023. 
Secara keseluruhan, investor asing menanamkan modal sebesar Rp 363,3 triliun pada semester I-2023 atau naik 17,1%.
Penerima terbesar FDI tersebut adalah industri logam dasar, diikuti oleh sektor transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, serta kimia dan farmasi. Di antara sumber FDI terbesar adalah Singapura, China, Hong Kong, Jepang, dan Malaysia.

Meskipun begitu, faktor internal tidak mampu membuat Rupiah berada di zona positif.
Hari ini Jepang merilis data laju inflasi yoy dan inflasi inti secara tahunan. Data menunjukkan tingkat inflasi di Jepang naik menjadi 3,3% (year on year/yoy) pada Juni 2023 atau naik 0,1 percentage point dari periode sebelumnya.

Inflasi inti mengalami kenaikan menjadi 3,3% pada Juni 2023 dan hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun begitu, inflasi belum sesuai dengan target dari Bank Sentral Jepang (BoJ) yang berharap inflasi di angka 2%.
Inflasi yang naik menjadi tekanan bank sentral Jelang (BoJ) untuk mengerek suku bunga. 

Sebagai informasi, BoJ tetap mempertahankan suku bunga yang sangat rendah dan tidak melakukan penyesuaian pada kontrol kurva imbal hasil pada pertemuan bulan Juni.

Selain itu, pada Kamis (20/7/2023) telah dirilis jumlah pekerja AS yang mengajukan pengangguran turun hanya 9.000 menjadi 228.000 dalam pekan yang berakhir 15 Juli. Angka itu di bawah ekspektasi pasar sebesar 242.000.

Klaim pengangguran yang hanya turun sedikit tersebut menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS masih panas. Data tenaga kerja menjadi pertimbangan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga.

Jika data tenaga kerja masih panas maka sulit bagi The Fed untuk melunak. Dolar AS pun masih bisa menguat ke depan sehingga rupiah melemah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts