Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Cuma Nikkei yang Bergairah


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia Mayoritas bursa Asia-Pasifik cenderung melemah pada perdagangan Jumat (1/3/2024), di tengah sikap investor yang sedang menanti rilis data aktivitas manufaktur dan data ekonomi lainnya di kawasan tersebut.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Nikkei 225 Jepang dan ASX 200 Australia yang menguat yakni masing-masing 1,43% dan 0,1%.

Sedangkan sisanya melemah. Hang Seng Hong Kong ambles 1,03%, Shanghai Composite China turun tipis 0,03%, Straits Times Singapura melemah 0,18%, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,37%.

Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) periode Februari 2024 versi resmi (NBS) akan dirilis pada hari ini.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur China NBS pada bulan lalu cenderung kembali turun menjadi 49,1, dari sebelumnya di angka 49,2. Jika benar demikian, maka sektor manufaktur China masing mengalami kontraksi.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Hingga kini, ekonomi China masih belum dapat dikatakan pulih sepenuhnya. Hal ini dapat dilihat dari sektor manufaktur yang masih cenderung lesu.

Para ekonom tampaknya sepakat dengan kesulitan yang terus-menerus dialami oleh China, yang pemulihan pasca pandeminya mengecewakan telah menimbulkan keraguan terhadap pondasi model ekonomi China.

Meskipun ada langkah-langkah stimulus yang diluncurkan oleh pemerintah untuk mendukung pertumbuhan, para analis terus menganggap kapasitas fiskal negara Asia “sangat terbatas” dan menggarisbawahi perlunya reformasi untuk melawan kontraksi konsumsi, ketidakpercayaan investor asing, dan pemulihan ekonomi lokal.

Untuk mendukung pertumbuhan, pada 5 Februari lalu, bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) mengurangi rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk lembaga keuangan sebesar 50 basis poin (bp), yang merupakan pemotongan terbesar dalam dua tahun dan menyuntikkan US$ 139 miliar likuiditas jangka panjang ke pasar.

Selain itu, pada 23 Februari lalu, Presiden Xi Jinping memimpin pertemuan Komisi Pusat untuk Urusan Keuangan dan Ekonomi (CCFEA), yang menyoroti perlunya mendukung produsen dalam negeri dengan meningkatkan peralatan dan mengurangi biaya. biaya logistik.

Semua ini merupakan bagian dari upaya untuk menyeimbangkan kembali perekonomian China dengan menggunakan teknologi untuk mencapai peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah bergairahnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones ditutup menguat 0,12%, S&P 500 menanjak 0,52%, dan Nasdaq Composite berakhir melesat 0,9%.

Wall Street menguat setelahdirilisnya data inflasi belanja personal (personal consumption expenditure/PCE) AS periode Januari 2024 yang sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS melaporkan inflasi PCE pada Januari lalu naik tercatat 2,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan mencapai 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm). Angka bulanan lebih tinggi dari periode Desember 2023 yang tumbuh 0,1%, namun secara tahunan lebih rendah dari Desember 2023 yang tumbuh 2,6%.

Angka ini juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, yang memperkirakan inflasi PCE tumbuh 0,3% (mtm) dan 2,4% (yoy).

Sementara untuk inflasi PCE inti,yang tidaktermasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, juga kembali naik menjadi 0,4% dan tentunya sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Data inflasi PCE yang sudah sesuai prediksi membuat pasar dapat sedikit bernafas lega, meski dinilai masih cukup panas.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Kenapa ya?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts