Bursa Asia Mulai Bergairah, Investor Sudah Optimistis Lagi?

Jakarta, CNBC IndonesiaMayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Kamis (28/9/2023), di tengah kembali melonjaknya harga minyak mentah dunia dan juga melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Read More

Per pukul 08:30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,08%, Shanghai Composite China menguat 0,34%, Straits Times Singapura bertambah 0,24%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,31%, dan KOSPI Korea Selatan juga naik tipis 0,09%.

Namun, untuk indeks Nikkei 225 Jepang terpantau melemah 0,65% pada perdagangan pagi hari ini.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah bervariasinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,2%. Namun untuk indeks S&P 500dan Nasdaq Composite berhasil bangkit. S&P 500 berakhir naik tipis 0,02%, sedangkan Nasdaq menguat 0,22%.

S&P 500 dan Nasdaq terapresiasi pada akhir perdagangan Rabu setelah sesi yang fluktuatif, karena investor mempertimbangkan apakah akan memulai bargain hunter setelah aksi jual yang dipicu oleh kenaikan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) dan ketidakpastian mengenai arah suku bunga di masa depan.

Investor masih terus memantau perkembangan di Washington terkait pembahasan rancangan undang-undang (RUU) untuk yang akan menjadi langkah sementara untuk mendanai pemerintah hingga 17 November 2023.

Perbedaan pendapat di rapat pertemuan DPR AS membuat pembahasan RUU tersebut terkesan ‘alot’ di mana dalam pemungutan suara dengan hasil 77 berbanding 19. Hal ini menempatkan pemerintah federal pada risiko penutupan sebagian pada akhir pekan.

Pemimpin mayoritas Senat, Chuck Schumer dari Partai Demokrat, memuji rancangan undang-undang tersebut sebagai pencapaian bipartisan yang akan memberikan lebih banyak waktu bagi anggota parlemen untuk membuat keputusan pendanaan jangka panjang.

Schumer juga mendesak anggota DPR dari Partai Republik untuk mengadopsi pendekatan serupa dalam negosiasi mereka.

“Kami bekerja sama dengan sangat keras dan tekun selama akhir pekan, dan menurut saya, kami membuahkan hasil yang menunjukkan bahwa bipartisan dapat menang atas ekstremisme,” kata Schumer sesaat sebelum pemungutan suara, seperti dikutip The Guardian.

Sebagai informasi, shutdown atau penutupan pemerintahan AS terjadi karena Partai Republik yang memimpin DPR AS tidak mampu meloloskan serangkaian RUU yang biasa menetapkan anggaran departemen untuk tahun keuangan berikutnya, yang dimulai pada Minggu lalu.

Kemungkinan penutupan pasar telah menambah kekhawatiran bagi investor saham karena mereka bergulat dengan yield Treasury yang telah naik ke level tertinggi dalam 16 tahun terakhir setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada pekan lalu mengisyaratkan masih akan mempertahankan sikap hawkish­-nya dalam waktu yang lebih lama.

Yield Treasury tenor 10 tahun naik 5 basis poin (bp) menjadi 4,612%, menjadi yang tertinggi sejak 2007 silam atau 16 tahun terakhir.

Selain melonjaknya yield Treasury akibat ancaman shutdown pemerintahan AS, naiknya kembali harga minyak mentah dunia turut memperpanjang pelemahan bursa Asia-Pasifik pagi hari ini dan salah satu indeks utama Wall Street kemarin.

Harga minyak naik di awal perdagangan Asia pada hari ini, setelah melonjak ke level tertinggi tahun 2023 di sesi sebelumnya karena penurunan tajam stok minyak mentah AS menambah kekhawatiran ketatnya pasokan global.

Pada pagi hari ini waktu Asia, harga minyak jenis Brent melesat 1,15% ke posisi US$ 97,66 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melonjak 1,39% menjadi US$ 94,98 per barel.

Stok minyak mentah AS turun 2,2 juta barel pada pekan lalu menjadi 416,3 juta barel, data pemerintah menunjukkan, jauh melebihi penurunan 320.000 barel yang diperkirakan para analis dalam jajak pendapat Reuters.

Penarikan minyak mentah tersebut menyusul pengurangan produksi sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun oleh Arab Saudi dan Rusia yang tergabung dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Jelang Rilis Data Inflasi China, Bursa Asia Dibuka Gak Kompak

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts