Cuan Dagang 31 Bulan, RI Harusnya Banjir Dolar AS 609 Miliar

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia membukukan surplus selama 31 bulan beruntun dengan nilai ekspor menyentuh US$ 609,1 miliar atau lebih dari Rp 9.500 triliun. Namun, posisi cadangan devisa (cadev) justru tidak bergerak jauh di kisaran US$ 130-140 miliar pada rentang 31 bulan tersebut.

Read More

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022.

Pandemi Covid-19 memang ikut membantu terjadinya surplus karena impor terjun bebas. Rata-rata nilai impor Indonesia sebelum pandemi tercatat di kisaran US$ 14,3 miliar per bulan dan sedikit melandai ke kisaran US$ 11,8 miliar pada 2020. Namun, impor sudah naik drastis ke kisaran US$ 19,8 miliar pada tahun ini.

Sementara itu, rata-rata nilai ekspor sebelum pandemi tercatat US$ 13,9 miliar dan turun tipis menjadi US$ 13,6 miliar pada 2020..Rata-rata nilai ekspor langsung melejit US$ 24,4 miliar pada 2022.

Sejak pertengahan 2021, Indonesia mencetak rekor ekspor beberapa kali, termasuk pada Agustus dan November 2021 yang masing-masing tercatat US$ 21,4 miliar dan US$ 22,85 miliar.

Catatan lebih impresif terjadi pada tahun ini di mana ekspor melesat hingga rekor ekspor pecah beberapa kali. Pada April 2022, ekspor Indonesia untuk pertama kalinya menembus US$ 27,32 miliar. Nilai ekspor kembali pecah rekor pada Agustus 2022 yakni sebesar US$ 27,86 miliar.

Lonjakan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina membuat Indonesia mendapat durian runtuh dari batu bara hingga minyak sawit mentah. 

Pada periode panjang surplus tersebut, bahan bakar mineral yang didominasi batu bara menjadi penopang utama ekspor. Pada periode Mei 2020-November 2022, ekspor bahan bakar mineral menembus US$ 93,52 miliar atau 15% dari total.

Disusul kemudian dengan minyak lemak dan minyak hewan/nabati yang didominasi minyak sawit mentah. Ekspor komoditas tersebut mencapai US$ 79,88 miliar atau 13% dari total ekspor.

Besarnya nilai ekspor dari komoditas batu bara dan minyak sawit mentah inilah yang membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengajak eksportir, di sektor Sumber Daya Alam (SDA) untuk menaruh Devisa Hasil Ekspor (DHE) mereka di dalam negeri demi memperkuat nilai tukar.

Terlebih, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat eksportir di sektor pertambangan paling banyak melakukan pelanggaran pelaporan DHE.

“Mari apa yang kita hasilkan dan dapatkan dari bumi negeri ini kita gunakan untuk stabilkan ekonomi negeri dan kemakmuran Indonesia,” tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (22/12/2022).

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts