Disebut Bahlil Sudah Lunas, Begini Kronologi RI Utang ke IMF

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis 1998 yang terjadi di Indonesia membuat utang Indonesia di luar negeri membengkak. Dari anjloknya nilai rupiah pada 1997 sampai 1998, dipicu dari membengkaknya angka utang luar negeri oleh swasta. Peristiwa tersebut terjadi tepatnya pada Maret 1998.

Read More

Untuk mengatasi krisis keuangan tahun 1998, pemerintah Indonesia meminjam ke International Monetary Fund (IMF). Namun, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, utang RI ke Dana Moneter Internasional (IMF) sudah lunas pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

IMF menyetujui pinjaman untuk Indonesia sebesar 17,36 miliar Special Drawing Rights (SDR) setara US$ 23,53 miliar atau sekitar Rp 130 triliun. Namun, yang dicairkan hanya sebesar 11,1 miliar SDR atau sekitar US$ 14,99 miliar. Jumlah tersebut ekuivalen dengan Rp 93,5 triliun.


Pada 5 November 1997, IMF menyetujui pinjaman dalam bentuk stanby arrangements (sba) senilai 8,34 miliar SDR, tapi yang dicairkan hanya 3,67 miliar SDR.

Indonesia menerima pinjaman pertama kali pada 10 November 1997 senilai 2,2 miliar SDR atau sekitar US$ 3 miliar. Sedangkan pencairan terakhir pada 2003 sebesar 1,38 miliar SDR yang berlangsung dalam empat tahap masing-masing sebesar 344,06 juta SDR.

Kemudian pada 25 Agustus 1998, Lembaga Moneter Internasional menyetujui pinjaman dalam bentuk extended fund facility (eff) senilai 5,38 miliar SDR namun yang dicairkan hanya 3,8 miliar SDR.

Lalu, pada 4 Februai 2000 kembali disetujui sebesar 3,64 miliar SDR dan semua dicairkan. Pinjaman IMF tersebut tidak dicairkan secara langsung tetapi secara bertahap mulai 1997 hingga 2003.

Namun, semua utang tersebut sudah lunas pada Oktober 2006 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pemerintah melakukan pembayaran pokok utang senilai US$ 11,1 miliar sepanjang 2001-2006. Adapun pembayaran terakhir dilakukan pada 12 Oktober 2006 senilai 2,15 miliar SDR. Setelah pembayaran tersebut, maka utang Indonesia ke IMF lunas.

Sedangkan untuk pembayaran beban dan bunga pinjaman berlangsung sejak 1998-2006 senilai 2,1 miliar SDR dengan pembayaran terakhir dilakukan pada September 2006. Jadi, total pembayaran utang Indonesia ke IMF, baik pokok dan bunga mencapai 13,21 miliar SDR.


Sejarah Indonesia Berhutang Kepada IMF

Ketika jaman Soeharto, Pemerintah dan para menteri mendapat tekanan tinggi dari rakyat akibat roda ekonomi yang tak kunjung bergerak.

Paket ekonomi yang dikeluarkan nyatanya gagal. Harga-harga semakin mahal. Dan krisis ekonomi pun tiap hari makin parah hingga membuat keuangan negara berdarah-darah.

Situasi ini membuat Soeharto mengambil jalan terakhir, yakni mendaftarkan Indonesia jadi pasien International Monetary Fund (IMF). Lewat pinjaman IMF niscaya ekonomi negara bakal pulih.

Pada Kamis, 15 Januari 1998 di Cendana, datang Direktur IMF, Michel Camdessus, membawa dokumen Letter of Intent (LoI) untuk ditandatangani Soeharto. Hingga Indonesia mendapat dana segar dari IMF.

Setelah menerima pinjaman dari IMF, Indonesia justru makin terseret lebih dalam ke pusaran krisis ekonomi dan politik, alih-alih mengalami perbaikan. Empat bulan setelahnya krisis mencapai puncaknya.

Dimana terjadi krisis pada tahun 1998 yang menyebabkan nilai rupiah menurun, perusahaan gulung tikar, perbankan mengalami kredit macet, hilangnya kepercayaan negara asing, harga bahan pokok meningkat, kerusuhan masyarakat.

Krisis moneter 1997-1998 dimulai dengan jatuhnya mata uang Thailand, baht, pada Juli 1997, yang kemudian menyebar ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Krisis ini disebabkan oleh defisit anggaran yang tinggi, utang yang tinggi, dan korupsi di Indonesia. Krisis ini menyebabkan depresiasi mata uang rupiah, inflasi tinggi, dan meningkatnya pengangguran.

Saat itu Soeharto pun mengundurkan diri dari jabatan presiden. Situasi politik dan ekonomi terjun bebas ke titik terendah.

Peristiwa di atas hanya studi kasus yang menunjukkan kegagalan program bantuan IMF kepada negara anggota. Kegagalan ini termasuk bagian riset tim peneliti hubungan internasional University of Glasglow, Bernhard Reisberg, dkk yang menunjukkan mayoritas bantuan IMF justru gagal membantu negara.

“Tercatat 371 dari 668 program gagal dijalankan dalam kurun 1980-2009,” tulis Benhard dalam riset “Unimplementable by Design? Understanding (non) Compliance with International Monetary Fund Policy Conditionality” (2021).
Belakangan, dia merevisi kembali lewat The Conversation kalau ternyata 512 dari 763 program IMF dalam kurun 1985-2015 telah gagal membawa perbaikan ekonomi. Angkanya lebih besar.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Video: IMF Beri Warning Perbankan Dunia, Soal Apa?

(saw/saw)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts