Harga Minyak Dunia Labil Karena Ulah Amerika

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah dunia kembali bergejolak pada awal perdagangan Rabu (10/5/2023).  Harga bergejolak setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana mengisi kembali cadangan minyak darurat negara untuk mengantisipasi permintaan musiman yang lebih tinggi.

Read More

Harga minyak mentah WTI melemah hingga 0,12% ke posisi US$73,62 per barel sementara harga minyak mentah brent justru dibuka menguat hingga 0,26% ke posisi US$77,5 per barel.


Pada perdagangan Selasa (9/5/2023), minyak WTI ditutup menguat 0,75% ke posisi US$73,71 per barel dan minyak brent menguat 0,89% ke posisi US$77,3 per barel.

AS merupakan konsumen terbesar minyak di dunia sehingga perkembangan di AS sangat mempengaruhi harga emas hitam.

Pemerintahan Joe Biden berencana untuk mulai membeli minyak untuk mengisi Cadangan Minyak Strategis. Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho mengatakan pembelian ini untuk membantu menutupi spekulatif jangka pendek.

Sekretaris Energi Jennifer Granholm mengatakan pemerintah bisa membeli kembali minyak mentah untuk Cadangan Minyak Strategis akhir tahun ini setelah Presiden Joe Biden tahun lalu mengeluarkan cadangannya.

Laporan dari Administrasi Informasi Energi (EIA) menunjukkan permintaan musiman yang lebih tinggi sementara output lebih rendah bisa menopang pergerakan harga.

“Kami memperkirakan kenaikan musiman dalam konsumsi minyak dan penurunan produksi minyak mentah OPEC memberikan tekanan naik pada harga minyak mentah dalam beberapa bulan mendatang,” ungkap Administrasi Informasi Energi dalam Prospek Energi Jangka Pendeknya.

EIA juga memperkirakan produksi minyak mentah AS akan naik 5,1% menjadi 12,53 juta barel per (bpd) hari tahun ini. Namun, EIA memangkas proyeksi output untuk tahun  selanjutnya dari perkiraan sebelumnya.

Hal ini akan memangkas estimasi harga Brent dan WTI masing-masing lebih dari 7% menjadi US$78,65 dan US$73,62 per barel.

Persediaan minyak mentah AS naik sekitar 3,6 juta barel dalam pekan yang berakhir 5 Mei, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada hari Selasa, dibandingkan dengan perkiraan analis yakni turun sekitar 917.000 barel.

Namun, harga tertahan oleh data yang menunjukkan impor China berkontraksi pada bulan April, sementara ekspor naik dengan kecepatan yang lebih lambat. Perkembangan perdagangan China ini menyiratkan permintaan domestik yang lemah.

Impor terkontraksi 9,7% (yoy) pada April tahun ini, lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,4% (yoy) pada Maret. Sementara itu, ekspor tumbuh 8,5% (yoy) pada April, lebih rendah daripada Maret yang tumbuh 14,8%.

Pasar juga memantau krisis plafon utang pemerintah AS serta data inflasi AS yang akan keluar malam nanti. Jika data inflasi masih panas maka harga minyak bisa kembali menguat  karena sinyal pertumbuhan masih kencang,

Harga minyak juga masih bisa menguat karena kebakaran hutan di Alberta, Kanada. Kebakaran bisa bisa memaksa produsen minyak di provinsi Kanada Alberta untuk menutup setidaknya 319.000 barel setara minyak per hari, lebih dari 3,7% dari produksi Kanada.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Ekonomi China Mulai Membara, Harga Minyak Bisa Ikut Terbakar

(saw/saw)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts