Harga Minyak Jatuh 8% Sepekan, Kabar Gembira?

Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak mentah dunia jatuh hingga 8% lebih karena terseret isu resesi ekonomi global. Resesi memang bukan kabar gembira, tetapi jika harga minyak mentah terus menurun, maka harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri berpeluang turun.

Read More

Melansir data Refinitiv, minyak jenis Brent tercatat US$79,94 per barel pada perdagangan Jumat (3/2/2023), anjlok 2,71% dari posisi sebelumnya. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) longsor 3,28% menjadi US$73,39 per barel.

Dalam sepekan kemarin, jenis Brent jeblok 7,8% dan WTI anjlok hingga 7,9%.

 

Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve/The Fed, telah menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin, lebih rendah dari tren kenaikan sebelumnya yakni 50-75 basis poin.

Meskipun lebih dovish dari kenaikan suku bunga biasanya para pelaku pasar masih tidak tenang karena ekonomi AS yang begitu kuat.

Kok bisa saat ekonomi AS kuat pasar menjadi lebih khawatir?

Semenjak inflasi memanas, The Fed melawannya dengan menaikkan suku bunga acuan. Targetnya adalah membawa inflasi Paman Sam ke 2%. Tindakan agresif dilakukan oleh The Fed guna mengurangi peredaran uang di masyarakat.

Kebijakan ini akan memakan korban, yakni ekonomi AS yang ambruk. Tapi itulah “jalan ninja” The Fed untuk mendinginkan inflasi yang terlanjur panas.

Hasil dari program ini memang terlihat, inflasi AS dari 9,1% year-on-year (yoy) turun menjadi 6,5% saja dalam enam bulan.

Tapi anomali terjadi alih-alih ambruk, ekonomi AS malah bertahan disertai dengan pasar tenaga kerja yang kuat.

Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.

Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Saat masyarakat mendapatkan pekerjaan, daya beli akan meningkat dan akan menciptakan konsumsi yang kuat. Hal ini akan membuat inflasi berpotensi kembali naik.

Alhasil The Fed bisa saja sewaktu-waktu kembali hawkish dalam urusan kenaikan suku bunga acuan. Targetnya sudah jelas, inflasi di level 2%.

Jika “mimpi buruk” para pelaku pasar jadi kenyataan, isu resesi akan kembali mencuat dan akan menyebabkan kekhawatiran baru mengenai harga minyak mentah dunia. Perlambatan ekonomi akan membuat permintaan minyak surut. Apalagi jika itu terjadi AS yang notabene adalah konsumen minyak terbesar dunia.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


Artikel Selanjutnya


Breaking News: Minyak Mentah Memanas, Harganya Melejit 5%!

(ras/ras)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts