Harga Rumah Anjlok Parah, Pemicunya Ternyata Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) beberapa pekan lalu masih berdampak besar ke perekonomian. Harga rumah dilaporkan anjlok parah, bahkan lebih tajam ketimbang saat pandemi Covid-19.

Read More

Perusahaan real estate Redfin melaporkan harga rumah di Amerika Serikat pada Maret lalu anjlok hingga 3,3% year-on-year (yoy), menjadi yang terbesar dalam 11 tahun terakhir. Median harga rumah pada bulan lalu dilaporkan US$ 400.528.

“Biasanya saya sibuk pada musim gugur, tetapi keadaan menjadi sangat sepi pada Maret setelah kolapsnya Silicon Valley Bank. Kejadian itu membuat momentum pembelian menjadi menurun dan kami kembali ke posisi tahun lalu saat suku bunga kredit pemilikan rumah meroket. Bahkan kini ada ketakutan akan terjadi crash,” kata Shauna Pandleton, agen Redfin di Boise, Idaho, sebagaimana dikutip Business Insider, Rabu (19/4/2023).

Kemerosotan harga rumah di Boise menjadi yang paling parah, dilaporkan sebesar 15,4%, disusul Austin minus 13,7%, Sacramento (11,9%), San Jose (10,5%) dan Oakland (9,7%).

Suku bunga tinggi juga membuat permintaan rumah di Amerika Serikat menjadi seret. Bank Sentral AS (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunganya sejak tahun lalu guna meredam inflasi.

Sejak Maret 2022, bank sentral paling powerful di dunia tersebut sudah menaikkan suku bunga sebesar 475 basis poin menjadi 4,75% – 5%. Sebelum Silicon Valley Bank kolaps, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sebenarnya terindikasi akan kembali agresif menaikkan suku bunga.

Tetapi pasca SVB kolaps, The Fed tidak lagi agresif. Meski demikian beberapa pejabat elit The Fed mengindikasikan suku bunga masih akan dinaikkan lagi.

Gubernur The Fed Chirstopher Waller mengatakan meski bank sentral sudah agresif menaikkan suku bunga, tetapi masih belum membuat banyak progres membawa inflasi kembali ke target 2% dan perlu untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi.

Selain itu, Presiden The Fed wilayah Atlanta, Raphael Bostic mengatakan kebaikan suku bunga 25 basis poin sekali lagi akan membuat The Fed mencapai terminal rate dengan lebih yakin mampu menurunkan inflasi ke target.

Tetapi di sisi lain, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan The Fed kemungkinan tidak perlu lagi menaikkan suku bunga. Sebabnya, pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan dua bank lainnya, perbankan di Amerika Serikat kemungkinan akan lebih berhati-hati menyalurkan kredit, sehingga likuiditas akan menjadi lebih ketat.

“Perbankan kemungkinan akan lebih berhati-hari dalam kondisi saat ini. Kita sudah melihat pengetatan standar penyaluran kredit di sistem perbankan dibandingkan sebelumnya, dan kemungkinan akan ada pengetatan lebih lanjut. Pembatasan kredit bisa menjadi substitusi untuk kenaikan suku bunga The Fed,” kata Yellen dalam adara “Fareed Zakaria GPS”CNN, yang dikutip CNBC International, Minggu (17/4/2023).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Perbankan Dunia Gonjang-ganjing, Rupiah Kena Getahnya!

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts