Huru-Hara CPO RI, 12 Sahamnya Ambles Sepanjang Tahun Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan, setelah munculnya beberapa masalah yang tengah dihadapi oleh salah satu komoditas andalan Tanah Air tersebut.

Read More

Sebagaimana diketahui, Indonesia dianugerahi kekayaan alam. Selain hasil tambang, Indonesia juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Ini didukung dengan kondisi beberapa wilayah di Tanah Air yang begitu subur untuk membudidayakan kelapa sawit.

Sejauh ini, Indonesia masih merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini sejalan dengan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlah produksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022.

Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailand yang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022.

Sedangkan berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan total produksi minyak sawit mentah di Tanah Air tahun 2022 sebesar 46,73. Angka ini turun 0,34% secara (year-on-year/yoy).

Penurunan produksi CPO disebabkan adanya delapan faktor, antara lain cuaca ekstrem basah, lonjakan kasus Covid-19, perang Rusia-ukraina, harga minyak nabati, minyak bumi dan pupuk tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit, serta rendahnya pencapaian program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Seiring turunnya harga CPO RI, saham-saham produsennya pun juga bernasib sama, di mana sepanjang tahun ini saja, dari 14 saham CPO, hanya dua yang masih mencatatkan kinerja positifnya.

Artinya, 12 saham CPO di Indonesia mencatatkan kinerja saham yang tidak memuaskan sejak awal tahun ini hingga perdagangan sesi I hari ini.

Adapun berikut ini kinerja saham CPO sepanjang tahun ini.


Berdasarkan data dari RTI, saham PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) menjadi saham yang kinerjanya terburuk sepanjang tahun ini, di mana saham JARR sudah anjlok hingga 31,45% sepanjang tahun ini. Adapun pada perdagangan sesi I hari ini, saham JARR merosot 0,91% ke posisi Rp 218/saham.

Hanya saham PT Menthobi Karyatama Raya Tbk (MKTR) dan saham PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) yang berkinerja cukup memuaskan sepanjang tahun ini. Saham MKTR sepanjang tahun ini meroket 29,46%, sedangkan saham GZCO melesat 9,88%.

Kinerja saham CPO yang tidak memuaskan sepanjang tahun ini disebabkan karena harga CPO global yang cenderung membentuk tren bearish sepanjang tahu ini. Dari awal tahun ini hingga hari ini, harga CPO terpantau ambruk 17,3%.

Namun dalam beberapa hari terakhir, harga CPO acuan dunia yang berasal dari Malaysia mulai bangkit. Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan hari ini terpantau menguat 0,2% ke posisi MYR 3.459 per ton pada pukul 08:35 WIB.

Dengan ini, harganya sudah nanjak ke level MYR 3.400-an setelah sebelumnya cukup fluktuatif pergerakannya bahkan sempat menyentuh level 3.100 pekan lalu.

Pada perdagangan Rabu kemarin, harga CPO ditutup naik 1,05% ke posisi MYR 3.452 per ton. Ini merupakan posisi tertinggi sejak perdagangan 30 Mei.

Dengan ini, dalam empat hari perdagangan harga CPO sudah naik 2,52%, secara bulanan harga CPO juga sudah melesat 7,82%

Di lain sisi, sawit Indonesia tengah menjadi sorotan setelah Uni Eropa menerbitkan Undang-undang (UU) deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR). UE mengklaim menerbitkan UU karena tak ingin mengonsumsi produk yang dihasilkan karena deforestasi.

Akibatnya, kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit terancam. Di mana, eksportir diwajibkan harus mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa.

Undang-undang tersebut pun membuat produk sawit Indonesia seakan ‘dijeggal’ oleh Eropa dan tentunya berpotensi merugikan bagi para produsen sawit di Indonesia.

Namun, penjeggalan Eropa terhadap produk sawit Indonesia dinilai sebagai bentuk persaingan agar komoditas nabati lokal mereka tetap laku. Hal ini dikatakan oleh beberapa pengamat.

Menurut Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya mengungkapkan yang dilakukan Uni Eropa adalah trik perang dagang semata. Mereka tidak mau produk minyak nabati sejenis seperti bunga matahari, kedelai, hingga jagung kalah bersaing dari sawit.

“Untuk menjaga pasar produknya, Eropa melakukan langkah-langkah yang terlihat menyerang kelapa sawit. Padahal ini intinya adalah persaingan dagang semata,” tegas Achmad saat bercerita kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/6/2023).

Sementara itu menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, minyak nabati tentunya memiliki keunggulan sendiri. Untuk minyak sawit, keunggulannya yakni minyak ini tidak akan rusak bila digunakan untuk menggoreng sampai dengan 100 derajat celcius, sehingga hasil gorengannya bisa lebih garing.

“Masing-masing minyak nabati punya keunggulan sendiri. Contoh minyak lain (seperti minyak bunga matahari, minyak kedelai, hingga minyak jagung) tidak bisa untuk menggoreng sampai dengan 100 derajat celcius karena akan rusak,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (13/6/2023).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Harga Minyak Mulai Mendidih, CPO Ikutan Terbang Pekan Ini

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts