Ini Penyebab Rupiah Melemah Saat Suku Bunga di AS Tak Naik

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (15/6/2023). Melansir data Refinitiv, rupiah melemah,0,3% menjadi Rp14.940,00/US$ di pasar spot. Pelemahan Rupiah ini beriringan dengan huru-hara ekonomi dunia dari penahanan suku bunga Amerika Serikat (AS), hingga pemangkasan suku bunga China.

Read More

Meski bank sentral AS (The Fed) mempertahankan suku bunga, tetapi memberikan kode akan kembali dinaikkan di sisa tahun ini. Selain itu suku bunga tinggi AS berpotensi dipertahankan untuk jangka waktu panjang. Hal ini menyebabkan prospek mata uang Asia mengalami pelemahan.

Analis memperkirakan kenaikan suku bunga di masa depan dapat mendukung penguatan dolar ke depan, yang dapat membebani aset Asia yang sensitif terhadap risiko. Melansir Reuters, Analis Maybak mencatat, “Ini … membingungkan mengapa Fed akan bertahan tetapi terlihat agak agresif menaikkan lagi nanti daripada hanya melakukan pergerakan kemarin.”

Menurutnya, ketidakjelasan ini menjaga indeks dolar AS berada di kisaran 103-104, selama ketidakpastian masa depan suku bunga The Fed.

Meskipun di tengah pelemahan hari ini, jajak pendapat dua mingguan menunjukkan prediksi jangka pendek investor memandang bullish atau potensi kenaikan pada mata uang rupiah Indonesia dan rupee India.

Di sisi lain, investor paling bearish atau potensi pelemahan terbesar pada ringgit Malaysia. Prediksi pelemahan juga terlihat pada mata uang yuan China.

Pelemahan yuan China disinyalir akibat dampak sulitnya bangkit kembali pasca lock down covid-19 sejak akhir tahun lalu. Permasalahan ini memaksa Bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) memangkas 10 basis poin menjadi 1,9%.

Penurunan suku bunga tersebut membuat PBoC menambah likuiditas sebesar 2 miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian. Pelonggaran kebijakan moneter ini menjadi yang pertama dilakukan PBoC sejak Agustus tahun lalu, dan diperkirakan masih akan ada kelanjutannya.

Tujuannya, membuat perekonomian China kembali bergeliat, sebab belakangan menunjukkan tanda-tanda pelambatan. Bahkan, beberapa sektor bisa dikatakan cukup parah.

Pemangkasan ini berpotensi positif terhadap negara tetangganya, seperti Indonesia. Peningkatan ekonomi China berpotensi mendorong aktivitas ekonomi dapat berjalan cepat, sehingga terdapat potensi kembali terbukanya impor komoditas energi dari Indonesia.

Indonesia sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar dunia dengan China sebagai tujuannya akan mendapat imbas positif dalam jangka pendek dari kebijakan ini. Harga batu bara yang sudah merosot 71% dari titik tertingginya, menjadi US$132 per ton, berpotensi kembali menunjukkan penguatan.

Potensi rebound atau kembali bangkitnya ekonomi China akan meningkatkan volume penjualan sekaligus mendorong peningkatan harga batu bara. Sentimen ini berpotensi adanya dampak positif pada ekspor batu bara Indonesia, sehingga cadangan devisa (cadev) meningkat dan rupiah menguat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Dolar AS Tumbang, Rupiah Berjaya ke Rp 14.800-an per USD

(mza/mza)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts