Kasus Wanaartha Mandek, Nasabah Menjerit & Putus Asa

Jakarta, CNBC Indonesia – Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/WAL) menjerit karena proses likuidasi terhambat. Para instansi terkait dituding saling lempar tanggung jawab tentang server data nasabah.

Read More

Perwakilan nasabah yang menjadi Tim Observer di Tim Likuidasi Wanaartha Freddy Handoyo menyayangkan adanya perbedaan keterangan dari tiap instansi ketika ditanya mengenai data nasabah yang diperlukan untuk verifikasi polis peserta likuidasi.

Dari keterangannya, Pihak polisi telah mengganti password server Wanaartha ketika melakukan penyitaan. Sementara ini pihak tim likuidasi mengatakan sudah menyurati bareskrim dan OJK untuk meminjam data dari mereka.

Namun ketika ditanya ke Bareskrim, disebutkan bahwa pihak pihaknya belum menerima surat pengajuan tersebut. Sementara OJK juga menyarankan peminjaman data ke Bareskrim.

“Sesama institusi itu harusnya bersinergi berkolaborasi, jangan ada institusi yang punya intensi yang lain yang kita tidak tahu sehingga bisa memperlambat proses tim likuidasi,” ungkap Freddy dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada Kamis, (27/4/2023).

Sejalan dengan itu, salah satu nasabah Wanaartha berinisial YS mengatakan, Bareskrim dan OJK seharusnya bisa satu perahu, atau berjalan linier. Mengingat, tujuan utama dari proses ini adalah pengembalian dana nasabah.

“Tapi kalau dalam hal data nasabah aja kayak diperebutkan gitu, rasanya kalau ada harta yang duluan disita salah satu instansi, itu kami pesimis bisa kembali,” tutur YS dalam kesempatan yang sama.

“Data nasabah yang diblokir dikasih lah, kenapa harus dilambatkan, dan tidak ada transparansi, jangan ada kenda seperti yang saat ini terjadi,” lanjutnya.

Di samping polemik data nasabah, para pemegang polis juga mempertanyakan mengapa penunjukkan Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk audit likuidasi Wanaartha harus melalui persetujuan Pemegang Saham Pengendali (PSP) terlebih dahulu.

Pasalnya, PSP telah lama diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sebagai buron tersangka Wanaartha, dan diduga ikut membawa kabur uang milik para korban.

Pemegang polis lain berinisial D, yang telah berusia 70 tahun, menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, Tim Likuidasi sepantasnya berada di posisi netral dan transparan.

“Saya inginnya Tim Likuidasi itu fair, dia berdiri pada posisi yang netral, saya berpegang pada keterangan Ketua Kurator, Imran Nating, yang waktu itu ia sampai harus melacak aset PSP, jadi bukan seperti yang diberitakan, mau menunjuk KAP saja sudah harus minta persetujuan dari PSP. Ini kan justru aneh,” tutur dia.

Dalam wawancara terpisah, hal ini juga telah diungkapkan oleh Freddy Handoyo sebelumnya. Ia mengatakan, seharusnya PSP, dalam hal ini Manfred dan Eveline Pietruschka, tidak menghambat urusan likuidasi yang tengah berlangsung.

“Kalau PSP kasih otoritas independensi ke Ketua Tim Likuidasi Harvardy, ya sudah, PSP jangan banyak campur tangan, karena KAP yang ditunjuk oleh Pak Harvardy kan disetujui dulu dengan OJK, tidak mungkin Pak Harvardy tunjuk sendiri,” tuturnya pada Rabu, (26/4/2023).

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Pendaftar Likuidasi Wanaartha 1.900 Orang, Berapa Tagihannya?

(Mentari Puspadini/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts