Menjelang Rapat The Fed, Rupiah Tak Kuat Melawan Dolar!

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah tak kuat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Dalam sepekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,43%, terimbas sentimen dari Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan melaksanakan konfrensi pers pada 27 Juli 2023 Waktu Indonesia.

Read More

Konfrensi Pers itu diketahui akan membahas kebijakan suku bunga AS lebih lanjut yang diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga yang diprediksi akan semakin menguatkan nilai tukar dolar.

Pada perdagangan Jumat (21/7/2023) rupiah di tutup melemah 0,23% di posisi Rp15.020/US$1. Posisi penutupan hari ini adalah yang terendah dalam enam hari terakhir.


The Federal Reserve AS (The Fed) berencana akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun ini setelah pada bulan juni kemarin menahannya di level 5,0-5,25%.

Namun kenaikkan ini akan lebih longgar mengingat turunnya inflasi AS pada periode Juni 2023 menjadi sebesar 3% secara tahunan (yoy). Laju inflasi ini melambat 12 bulan berturut-turut, sekaligus menjadi inflasi terendah dalam dua tahun belakangan. Melandainya inflasi AS pada Juni 2023 dipengaruhi oleh harga energi yang lebih murah dibanding setahun lalu.

Kemudian, data pengangguran per 15 Juli 2023 turun ke angka 228.000 secara mingguan, angka ini meleset dari perkiraan pasar yang proyeksi naik ke 242.000 dibandingkan pekan sebelumnya di 237.000.

Pengangguran turun menunjukkan pasar tenaga kerja masih kuat, ini menjadi satu indikasi bahwa inflasi di AS akan sulit turun ke target bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) di angka 2% dan bisa memicu sikap the Fed tetap hawkish dalam menaikkan suku bunga.

Jika data tenaga kerja masih panas maka sulit bagi The Fed untuk melunak. Dolar AS pun masih bisa menguat ke depan sehingga rupiah melemah.

Dari negeri Sakura, Jepang telah merilis data laju inflasi yoy dan inflasi inti secara tahunan. Data menunjukkan tingkat inflasi di Jepang naik menjadi 3,3% (year on year/yoy) pada Juni 2023 atau naik 0,1 percentage point dari periode sebelumnya.

Inflasi inti mengalami kenaikan menjadi 3,3% pada Juni 2023 dan hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun begitu, inflasi belum sesuai dengan target dari Bank Sentral Jepang (BoJ) yang berharap inflasi di angka 2%.

Inflasi yang naik menjadi tekanan bank sentral Jelang (BoJ) untuk mengerek suku bunga.

Dari dalam negeri, pada pekan depan tepatnya 25 Juli 2023 Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga BI yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga. Dengan bertahannya suku bunga BI maka hal ini menjadi kurang menarik bagi para investor dengan suku bunga yang lebih rendah.

Foreign Direct Investment atau Penanaman Modal Asing yang baru saja dirilis naik 14,2% (year on year/yoy) menjadi Rp 186,3 triliun pada kuartal II-2023. Secara keseluruhan, investor asing menanamkan modal sebesar Rp 363,3 triliun pada semester I-2023 atau naik 17,1%.

Penerima terbesar FDI tersebut adalah industri logam dasar, diikuti oleh sektor transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, serta kimia dan farmasi. Di antara sumber FDI terbesar adalah Singapura, China, Hong Kong, Jepang, dan Malaysia.

Sayangnya hal ini belum mampu membuat Rupiah berada di zona positif.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Mengintip Grafik Pergerakan Rupiah Sepekan

(saw/saw)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts