Nah Lho! Mayoritas Bursa Global Cerah, Cuma IHSG Anjlok Parah

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk lebih dari 2% pada perdagangan Kamis (5/1/2023), meski bursa Asia-Pasifik dan Amerika Serikat (AS) cenderung menghijau.

Read More

IHSG ditutup ambruk 2,34% ke posisi 6.653,84. IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.800 dan 6.700 hanya dalam sehari saja.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai Rp 14,16 triliun dengan volume transaksi yang diperdagangkan mencapai 23,14 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.

Namun anehnya, ambruknya IHSG terjadi saat bursa Asia-Pasifik terpantau cerah bergairah, di mana pasar saham tetangga Indonesia yakni Singapura aja terpantau melesat lebih dari 1%.

Pada hari ini, bursa Asia-Pasifik terpantau cerah. Indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,4%, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,25%, Shanghai Composite China melesat 1,01%, Straits Times Singapura melompat 1,36%, ASX 200 Australia naik tipis 0,06%, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,38%.

Bahkan kemarin, bursa saham AS, Wall Street juga ditutup menghijau. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,4%, S&P 500 bertambah 0,75%, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,69%.

Meski bursa Asia-Pasifik dan bursa AS cerah, tetapi bursa Eropa pada awal perdagangan hari ini cenderung melemah. Tetapi tidak separah IHSG.

Indeks Stoxx 600 di awal sesi melemah 0,34%, sedangkan FTSE Inggris turun 0,14%, CAC Prancis terkoreksi 0,5%, dan DAX Jerman terpangkas 0,26%.

Proyeksi atau ramalan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terkait ekonomi global di tahun 2023 membuat gempar banyak orang di global dan dalam negeri, sehingga pada hari ini, investor melepas cukup besar saham-saham di RI dan membuat IHSG ambles parah.

Meski ngeri, ramalan itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, tiga mesin utama ekonomi dunia yakni Amerika Serikat (AS), China, dan Uni Eropa bakal melambat.

“Kami memperkirakan sepertiga ekonomi dunia berada dalam resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang,” ujar Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva dalam wawancara dengan CBS Face the Nation, dikutip Rabu (4/1/2023).

Di China, menurut Georgieva, laju ekonomi China pada 2022 kemungkinan di bawah pertumbuhan ekonomi global untuk pertama kalinya dalam 40 tahun karena lonjakan kasus Covid-19.

“Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan China pada 2022 kemungkinan berada di bawah atau di bawah pertumbuhan global,” kata Georgieva.

Peningkatan kasus Covid-19 setidaknya setahun terakhir membuat Negeri Tirai Bambu tersebut menerapkan sejumlah pembatasan yang membuat aktivitas ekonomi kembali terhambat.

Bahkan, lonjakan baru kasus Covid-19 yang diperkirakan terjadi di China dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan makin memukul ekonominya tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global.

“Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan China akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif,” ujar Georgieva.

Dalam perkiraan pada Oktober 2022, IMF mematok pertumbuhan produk Domestik Bruto (PDB) China tahun lalu sebesar 3,2%, atau setara dengan prospek global IMF untuk 2022.

Sementara itu, kata Georgieva, ekonomi AS berdiri terpisah dan dapat menghindari kontraksi langsung yang kemungkinan akan menimpa sepertiga dari ekonomi dunia.

“AS paling tangguh, dapat menghindari resesi. Kami melihat pasar tenaga kerja tetap cukup kuat,” katanya.

Hal ini memang terbukti, di mana laporan Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja di AS atau JOLT pada November 2022, menunjukkan pasar kerja tetap kuat, yakni mencapai 10,458 juta, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 10 juta.

Namun, angka ini lebih rendah dari data sebelumnya yang sebesar 10,512 juta.

Namun, fakta itu sendiri menghadirkan risiko karena dapat menghambat kemajuan yang perlu dibuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam membawa inflasi AS kembali ke level yang ditargetkan sebesar 2%.

“Ini adalah … berkah campuran karena jika pasar tenaga kerja sangat kuat, The Fed mungkin harus mempertahankan suku bunga lebih lama untuk menurunkan inflasi,” kata Georgieva.

Meski ada ramalan buruk ekonomi global 2023 oleh IMF, tetapi sejatinya, ekonomi Indonesia masih cukup baik.

IMF menilai, Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat, sehingga mampu menghadapi gejolak ekonomi global dengan baik. Perekonomian Indonesia relatif lebih baik daripada negara-negara lain.

Indonesia diyakini akan melewati tahun dengan dengan posisi yang jauh lebih kuat daripada negara lain. IMF mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.

Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department, IMF, Cheng Hoon Lim membenarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih tinggi dibandingkan negara lain.

“Indonesia sangat beruntung mendapatkan keuntungan dari tingginya harga komoditas dan kuatnya permintaan eksternal,” ujar Lim dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada Oktober 2022, dikutip Minggu (1/1/2023).

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Mayoritas Bursa Asia Terkoreksi, Nikkei Melesat Sendirian!

(chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts